Wednesday, June 27, 2007

Rendah Hati

Rendah hati dengan rendah diri jelas dua hal yang berbeda, meskipun sama sama menunjukkan mutu dan kualitas seseorang. Yang pertama, jelas muncul dari orang yang bermutu. Karena, bagaimana mau merendahkan hati, kalau posisinya memang sudah rendah. Sedangkan yang kedua, ya muncul dari orang yang memang posisi hatinya (minimal berdasarkan penilaian diri sendiri) rendah.

Nah, saya akan cerita sedikit pengalaman tentang rendah hati. Meskipun juga bukan berarti saya bermutu dan berkualitas. Hanya mungkin sedikit lebih tinggi dari level terendah, sehingga masih bisa merendahkan hati saya untuk menganggap diri ini sejajar dengan yang terendah, supaya bisa mengambil hikmah yang lebih banyak.

Ceritanya, di kantor TDB saya sedang ada masalah yang membutuhkan keahlian khusus. Keahlian ini memang tidak saya miliki, disamping kewenangannya juga gak ada di saya. Saya hanya dapat membaca masalah dan problem yang muncul dari potongan potongan puzle yang ada, dan menggabungkannya menjadi susunan yang agak utuh. Tapi tetap saja, tidak bisa berkata 'ini lho, masalahnya...'

Saya kirimkanlah email pada yang berwenang menanganinya. Gak tahu gimana, komunikasi macet, mbundet, gak menuju solusi. Sampai akhirnya, saya forwardkan juga ke beberapa level manager dan top manager. Masih juga gak terfokus pada solusi. Malah berkesan adu otot, adu kekuatan, adu kepandaian.

Tadinya gondok juga sich. Orang udah jelas, kesalahannya ada di bagian pertama. Mosok malah dibilang di ujung. Tadinya mo dibikin email balasan. Menjelaskan duduk perkara, merumuskan permasalahan. Tapi pikir pikir....

Akhirnya setting email diubah.

Diawali dengan sanjungan pada penerima email. Kepada mereka yang terhormat. Yang sudah lama piawai dalam hal ini. Disambung dengan permintaan maaf karena saya masih awam. Masih buta dalam masalah ini. Masih butuh banyak bimbingan dari para senior. Jadi saya berkonsultasi, nanya masalah ini. dst dst.

Pokoke dalam mindset saya, dianggap gak bisa beneran ya gak papa. Dianggap awam beneran no problem. Yang penting masalah tersolusikan. Toch, kalau dianggap awam juga, nggak rugi khan. Paling merasa nggak 'dianggap' saja. Dan ini salah satu ujian ke-aku-an. Lagian, apa sich aku ini ? Cuman segumpal daging yang tumbuh dari setetes darah yang menjijikkan....
Jadi saya coba saja untuk menekan seluruh perasaan sombong, seluruh perasaan bahwa aku bisa, bahwa aku mampu, bahwa aku tahu, dst. Lha wong pada dasarnya memang gak tahu...

Dan hasilnya... alhamdulillah... Kalimat kalimat di email lebih bersambut. Lebih mengerucut pada kondisi yang ada. Sampai akhirnya muncul titik terang...

So, lain kali, jangan takut untuk merendahkan hati... asal bukan rendah diri...

Wednesday, June 20, 2007

Belum Rizqi kami

Beberapa waktu terakhir ini kami -- saya dan suami -- punya keinginan untuk mempunyai rumah yang lebih besar. Bukan apa apa, bukannya gaya hidup yang berubah. Tapi lebih ke kebutuhan. Bagaimana tidak. Dulu pas beli rumah yang sekarang, anakku baru 2. Asisten cuman 1. Jadi total penghuni rumah ada 5 orang. Dengan rumah 3 kamar, cukup lapang khan...

Nah, sekarang penghuni rumahku udah 9 orang : 2 orang tua, 4 anak, plus 3 asisten. Belum ditambah 1 asisten yang kadang datang ke rumah urusan toko. Ada 9 Orang, bayangin ! Dengan 3 kamar, dan 2 kamar mandi, rumah terasa sudah penuh sesak.

Kebetulan kita ditawari kredit rumah BNI Syariah yang lagi launching promosi barunya. Psst... tak bocorin ya. Jadi BNI Syariah, untuk yang KPR, bisa sampai 15 tahun. Udah gitu, cicilannya bisa bertahap. Jadi 5 tahun pertama cicilan paling murah, 5 tahun kedua naik lagi, 5 tahun terakhir paling mahal. Tapi semuanya sudah fix di depan. Asyik kan.

Belum semuanya tuch. DP yang disyaratkan, cuman 10 %. Terus sudah kita bandingkan dengan bank syariah lain, untuk nominal pinjaman yang sama, tahun yang sama, BNI Syariah lebih kecil angsurannya. Lumayan khan... Hehehe... kayak marketingnya aja ya...

Terus kita searching cari rumah. Ada yang kita udah cocok banget. Bisa dibuat toko di depannya. Deket sama sekolah anak anak. Deket masjid. Bangunan masih lumayan kuat, jadi renovasinya bisa nunggu dana terkumpul lagi. Bentuk juga lumayan, kayaknya gak butuh perubahan banyak. Pendek kata, tanpa renovasi pun, rumah itu sudah bisa ditempati. Kita malah udah ngebayangin mo pindahan Juli atau Agustus. Terus setting toko sebelum lebaran tahun ini. Pokoke udah cocok banget dech...

Nelponlah kita ke yang punya rumah -- di Bangka. Kebetulan ketemu sama ibunya. Deal. Kesepakatan harga dicapai. Besoknya kita nelpon lagi untuk menindak lanjuti. Udah dikasih norek buat transfer. Udah nanya surat2 rumah. Janjian ke notaris, dst.

Tahu gak. Selang beberapa menit kemudian muncul sms... maaf bu... rumahnya udah kejual sama saudara. Katanya pas aku deal sama ibunya, saudaranya itu deal sama bapaknya. Kutanya, boleh gak aku nanya ke bapaknya. Katanya silahkan.

Kutelpon bapaknya -- di Bangka juga. Kutanya, bagaimana pak. Bukannya 2 hari yang lalu kami sudah deal dengan ibu. Kata bapaknya, soalnya kita belum membicarakan skema pembayaran. Terus yang beli itu saudaranya. Cuman bapak itu juga bilang, kalo pembelinya mo transfer sore hari itu.

Syedih juga sich.... Tapi kesel juga mo apa. Bukankan kita sedih atau bahagia itu pilihan ? Apalagi, kalo dari skema pembayaran, ya memang posisi kita gak kuat. Khan kita mo maju dulu ke bank. Paling cepet 2 mingguan lah. Padahal yang sodara itu sorenya sudah transfer.

Hiks... Gak pa pa. Mungkin rumah itu bukan yang terbaik buat kita. Bukankah Allah selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya ? Hiks... syedih... semoga kami bisa mengambil hikmahnya. Dan semoga kami cukup bersabar untuk menunggu keputusan terbaik, pilihan Allah untuk kami. Amien. Hiks...

Thursday, June 14, 2007

Anugerah 5 Ways in June

Udah cukup lama sebenarnya terpikir. Setelah baca buku Brad, plus 'bakaran' dari TDA, tentang 5 ways, apa ya yang bisa kulakukan di toko...

Untuk ningkatin average sales, aku rada gak nyaman. Gimana ya. Berarti khan mendorong orang untuk konsumtif. Membeli yang tidak mereka butuhkan. Membeli karena iming iming diskon, hadiah, dst. Wah ! Selain nuraniku kayaknya berontak, juga jadi khawatir aja. Kalo kalo pembeli malah jadi kapok. Karena saking takutnya mereka kebujuk sama 'rayuan maut', jadinya malah gak berani ke tokoku. Repot khan...

Untuk meningkatkan profit margin... aduh... gak tega juga ya. Selama ini memang aku ngasih diskon ke pembeli retail 10% untuk produk yang pake bandrol. Emang gak match banget sama Action sich. Tapi gimana ya. Tak pikir aku khan dapet diskon yang lumayan. Kalo terus semua diskonnya untuk aku... kasihan juga ya pembeli. Belinya jadi mahal banget. Apalagi aku relatif gak ada ongkos kirim. Bayangin kalo yang di luar Jawa. Mereka khan dapet diskon yang sama dengan aku. Jadi wajar aja kalo mereka jual tanpa diskon. Soale ada ongkos kirim yang lumayan. Ya udah... jadinya tetep aja diskon 10%, anggap aja itu ongkos kirim yang kudu tak keluarkan.

Terus convertion rate... hmm... kata pegawaiku sich rata rata yang dateng memang beli.

Jadi tinggal dua nich. Ningkatin leads sama ningkatkan number of transactions. Nyesuaikan agenda dengan suami. Akhirnya deal sabtu ahad survey toko untuk nambah lampu plus hunting lampunya.

Sampai di toko, kita lihat dari jauh... hmm... nambah 3 atau 4 ya... Mengingat biaya admin renovasi yang cukup gede, akhirnya diputuskan, nambahnya 4 aja sekalian. Kalo ternyata pengennya cuman 3, khan yang satu tinggal dimatikan.

Terus kita cek stock lampu di ruko ITC. Kita milih yang lampu sorot warna kuning. Supaya tampilan warna di patung lebih jreng gitu lho. Sinarnya juga jadi fokus. Ternyata gak mahal juga ya. Jadi kepikir, kalo yang pada pake desain interior itu, mahalnya dimana ya... Di feeling desainnya kali' ya...

Kita hubungi 'tukang lampu' yang biasa pasang lampu di ITC. Per titik 30 ribu. Nha... pas masang seru nich... Soalnya kita pasang lampunya pas toko tetep buka. Gimana lagi. Kita sempet nungguinnya cuman pas saat itu.

Udah nungguin pembeli lamaa... banget. Pas pembelinya keluar, baru aja tukangnya masukin tangga. Eee... pembeli datang lagi. Padahal toko kita khan luasnya cuman 5 m2. Jadi kalo ada tangga, penuh dech toko. Tapi gak tahu kenapa, pembeli malah datang lagi. Dan datang lagi. Sampai akhirnya tak tinggal sholat ashar di masjid ITC, pembeli masih datang dan tukang terpaksa masih nunggu. Alhamdulillah, selesai sholat ashar, gak berapa lama, ternyata sudah selesai pasang lampunya. Kita lihat lihat dari jauh... yang ini nyorotnya kurang belok ke kanan... yang itu kurang ke atas... Akhirnya hmm... puas dech.

Terus dinding samping kelihatan sudah sobek sobek pelapisnya... ih... bikin jelek. Untungnya ada poster dari Annida. Kita tempel. Tapi tinggi banget nich. Akhirnya suami turun tangan. Udah nangkring di kursi, masih dibantu tongkat panjang buat nempelin poster. Alhamdulillah, 3 poster Annida sudah terpasang. Pas mo masang yang ke-4, eh... di belakang patung ternyata ada poster Keke yang gak keliatan. Itu aja dech. Mosok Keke-nya gak ditampilin. Akhirnya kita pasang 1 poster Keke.

Lho... ada lagi jam ITC belum dapat tempat. Suami punya ide. Posternya dilobangin dikit, pas untuk nempelin gantungan jam. Alhamdulillah. Pas pulang, kita tengok dulu hasil karya sesore ini... Puazzz.... Ada 4 poster ceria, plus di tengahnya jam ITC yang juga warna warni. Dan patung yang lebih menyala karena diterangin 4 lampu sorot.

Malemnya, pegawaiku pulang kutanya. Berapa transaksi hari ini. Alhamdulillah, transaksi mencapai 1 juta lebih. Hare genee...

Alhamdulillah lagi, di hari berikutnya -- sampai kemaren, ternyata jumlah nota keluar di tokoku meningkat. Kemaren, hari rabu tengah bulan, omset di toko sekitar 400 ribu.

Jadi kepikir lagi nich... gimana supaya number of transactions juga naik ya... Sharingnya kapan kapan ach. Udah panjang nech.....

Monday, June 11, 2007

Nur, salah satu asistenku...

Asisten dan pegawaiku ada 4. Salah satunya Nur ini. Lulusan SD, baru baligh beberapa hari yang lalu. Asalnya 'pedalaman' Pemalang. Kubilang pedalaman, karena ibunya ternyata gak bisa bahasa Indonesia. Bisanya bahasa Pemalang, yang ternyata untuk sama sama orang Jawa, aku juga gak mudheng sama omongannya.

Dan mungkin, itu juga yang bikin Nur rada gak nyambung. Hmm... kata 'rada' sebenarnya sudah sangat membuat sopan, dari yang sebenarnya terjadi.

Selain aku yang bertanggung jawab ngajarin Nur, asisten dan pegawaiku yang lain juga udah padha bilang. Kok susah ya sama Nur. Gak nyambung gitu. Tadinya kupikir 'hanya' karena dia belum pernah kerja. Kerja di rumahku adalah pengalaman pertamanya. Tapi kalo nanya ke Nur, dia selalu keukeuh punya pengalaman kerja... 2 pekan di suatu tempat yang gak jelas... That's all...

Pagi tadi, aku mau pake overall. Kulihat (disamping setrikaan yang gak licin -- tapi ya udahlah, ini mah dimaklumin aja), tali overall nya seperti gak tersentuh sama setrika samsek. Nur kupanggil. Kutanya...
Aku : Ini disetrika gak ?
Nur : Disetrika mi.
Aku : Talinya disetrika gak ?
Nur : Enggak mi.
Aku : Kenapa kok enggak. Kalo bajumu disetrika gak ?
Nur : Enggak mi.
Aku : Lho ??! Kalo ke toko, bajumu gak disetrika ? Keriting donk ?
Nur : Enggak mi.
Aku : Lho ? Bajumu disetrika gak ?
Nur : Disetrika mi.
Aku : Kalo nyetrika bajumu, lengannya disetrika gak ?
Nur : Enggak mi.
Aduh... sampai situ speechless dech...

Udah gitu ada lagi kotoran di pojok dinding. Udah berapa hari yang lalu, kupesan ke Nur, supaya nyapu yang bersih. Disitu disapu. Kutunjukkan tempatnya. Ternyata hari ini, malah kutemukan bangkai kecoak, yang sudah remuk... kayaknya udah berapa hari. Kebetulan tempatnya deket gantungan baju yang dari toko. Kupanggil lagi Nur...
Aku : Nur, lihat gak yang dipojokan tembok itu ?
Nur : lihat mi.
Aku : apa ?
Nur : ini mi.
Aku : iya, itu apa.
Nur : Nur gak tahu namanya mi.
Aku : masak kamu udah umur segitu nggak tahu itu apa. Coba dipikir lagi. Apa itu ?
Nur : Besi mi.
Aku : Lho ?? Itu, yang di pojok...
Nur : Ini khan mi, yang putih putih...
Ampun dech... sejak kapan bangkai kecoa warnanya putih ? Itu mana yang dilihat sama Nur ??

Pernah lagi di toko -- saat itu dia lagi bertugas jaga toko -- ada yang minta baju muslim anak. Ee... sama Nur diambilin baju renang muslim. Loh... bete gak sih ?

Sebenarnya aku udah nawarin ke dia untuk pulang aja. Kita ongkosin dech. Kita minta tolong keluarga dia untuk njemput. Eee... dianya gak mau. Keukueh pengen kerja di tempatku.

Aku discuss sama suami, gimana nich si Nur. Kalo efek di rumah, sejauh anak2 ok, temen kerja dia ok, ya udah. Kita sabar aja. Kalo efek di toko, kemungkinan pelanggan bakal ngabur... kata suami ya udah, rizqi mah dari mana saja.

Ya udah. Akhirnya semua berlapang dada untuk ngajarin dan nutup kekurangan Nur. Mungkin emang lagi dikasih tugas sama Allah buat ngajarin orang yang kayak gitu. Cuman ya itu, karena tugas ndidik masih nempel di aku, jadinya kadang kadang aduh... Gak nyambungnya itu lho....

Plastik Berlogo

Tahu plastik berlogo gak ?

Kalo kita belanja ke Mall, plastiknya suka ada tulisan nama tokonya khan ? Nah... itulah plastik berlogo.

Udah dua tahun Anugerah menggunakan plastik berlogo. Tahun pertama, kami mengkaryakan tetangga, yang kebetulan sedang kesulitan ekonomi dan kebetulan lagi punya kapabilitas di sablon. Pesanan pertama, lumayan, cukup bagus. Memenuhi standard minimal untuk digunakan di toko kami di ITC Depok.

Beberapa bulan menjelang lebaran, kami pesan lagi plastik berlogo dengan kuantiti yang lebih besar. Namun sayangnya, kali ini hasilnya mengecewakan. Uang sudah diambil di depan. Barang hanya muncul setengah, dengan kualitas menurun. Yang setengah lagi, baru muncul di pertengahan Ramadhan. Sungguh sangat terlambat. Dan hal ini sangat membuat kami kapok untuk memesan ke sana. Di samping karena mutunya juga tidak memenuhi standard layak lagi.

Pada saat sudah tidak mengharapkan setengah dari pesanan plastik berlogo, kami memesan lagi ke rekan yang sudah menjadi langganan untuk membuatkan nota. Alhamdulillah bisa. Pesanan datang tepat waktu, dengan hasil yang menggembirakan, jauh di atas pesanan dari rekan pertama.

Beberapa hari yang lalu, saya cek ternyata persediaan sudah menipis lagi. Kami hubungi rekan yang kedua. Aduh... sudah beberapa hari hp nya tidak bisa dihubungi. Gimana nih...

Kami sebenarnya tahu sih, gambaran tempat pusat penjualan plastik yang seperti itu. Kata orang orang di Jatinegara ya. Cuman dengan status TDB kami, plus kesibukan pengajian, plus aktivitas bersama anak, membuat kami ngerasa lebih baik order ke orang lain untuk pengadaan plastik ini.

Pertama, sangat mengurangi kebutuhan waktu kami. Kalo kesana khan gak mungkin sejam dua jam. Belum kami juga tidak tahu pasti, tepatnya di Jatinegara sebelah mana dan toko yang mana.
Kedua, berbagi rizqi. Okelah, memang lebih mahal. Tapi wajar donk, khan harus ada margin untuk rekanan kita. Namun kalau dihitung capeknya, hilangnya waktu untuk anak anak.... kayaknya tetep milih order aja ke orang lain dech... :-)

Jadinya searching ke toko plastik terbesar di dekat rumah. Eh, katanya gak ada, gak bisa nyariin. Setelah didesak, akhirnya mau juga nyariin. Tapi dengan harga lumayan euy... Aduh, ntar dulu dech...

Belum nyari tempat sablonnya. Ada yang udah rada terkenal (di lingkungan internal maksudnya) -- e... ternyata sablon begitu 300 per muka per lembar. Wah, mahal amat ya. Tahun lalu dengan plastik yang tebel, kita bisa dapet harga 550 per lembar sudah termasuk plastik dan sablonnya.

Akhirnya kita hubungi salah satu vendor, yang kebetulan plastiknya sesuai dengan yang kita inginkan. Sambil gak enak juga sich, kita nanya, ibu pesan plastiknya dimana....

Alhamdulillah, beliau mau ngasih tahu. Di toko Sumber Jaya, Blok Alfa no 27, Tanah Abang. Telponnya 3916434. Plastik berlogo, dengan plastik yang pegangannya berupa lobang diplastik, sudah termasuk sablon 2 sisi, harganya 330. Murah khan...

Jadi malah kepikir... wah ! bisa jadi bisnis nih. Kalo kemaren aku nyari di deket rumah, dengan harga 500 aja susah banget. Malah ditawarin harganya 1.000. Bisa aja khan, aku nerima pesanan di rumah dengan harga 600, misalnya. Terus di-orderkan ke toko ini. Labanya hampir 100% lho ya.... Gimana, ada yang minat ?

Friday, June 8, 2007

Bob Sadino

Anda pasti tahu Bob Sadino. Salah seorang figur pengusaha sukses di Indonesia yang mengawali karirnya dengan berjualan telur secara door-to-door, kemudian menjadi pelopor dalam industri peternakan unggas dan makanan olahan, hingga berhasil membangun kerajaan bisnisnya hingga saat ini.

Jika bertemu dan berdialog langsung dengan beliau, dan berharap akan memperoleh tips-tips bisnis instan ala Brad Sugars, besar kemungkinan akan kecewa. Justru seluruh pola pikir akan dijungkir-balik kan, dikocok-kocok, dibuyarkan, dan pulang dalam kebingungan. Namun banyak hal yang semula tidak masuk akal, akan berhasil dirangkai dalam otak menjadi sesuatu yang justru luar biasa jernih dan masuk akal. Betul-betul seperti berdialog dengan seorang Sufi. Nah, berikut catatan pertemuan pak Fauzi Rachmanto dengan Om Bob, dari sudut pandang dan kesimpulan beliau :

Menjadi Goblok

Betul, Anda tidak salah baca. Untuk menjadi pengusaha yang baik, Anda justru harus goblok. Ini bahasa beliau sendiri yang cara bertuturnya sangat khas orang "jalanan". Sekilas terdengar kasar dan mengada-ada. Bahkan Om Bob terkenal dengan ucapan beliau yang kemudian pernah dibukukan: "Kalau Mau Kaya, Ngapain Sekolah?". Ya, seolah-olah beliau sangat anti sekolah, anti belajar, anti membaca dan sebagainya. Padahal, di rumahnya, saya lihat rak buku beliau yang jauh lebih padat dari rak buku saya, jelas beliau makhluk pembelajar. Namun yang membedakan adalah, beliau lebih berorientasi pada tindakan dan belajar langsung dari kehidupan, bukan dari sekolah.

Dan kalau dicermati, justru "menjadi goblok" ini memiliki filosofi yang sangat mendalam. Dengan menjadi goblok, maka Anda sebenarnya selalu dalam posisi mengesampingkan "Mr. I Know" Anda dan terus belajar dan terus maju. Sebaliknya, mereka yang masuk kategori "orang pintar" kadang memiliki beberapa kelemahan yang akan menghambat proses menjadi pengusaha, misalnya:

Terlalu menggunakan logika, sehingga tidak berani bermimpi besar. Orang pintar mengandalkan logika, sehingga hanya berani bermimpi dalam batas logika mereka. Sementara orang goblok akan bermimpi jauh melampaui logika mereka.

Terlalu banyak menganalisis. Orang pintar melakukan berbagai perhitungan untung rugi dari berbagai metoda dan scenario, sehingga malah tidak berani segera mengambil tindakan. Orang goblok, sebaliknya mengambil keputusan dengan cepat dan berani, dan akan belajar dari kesalahan.

Orang pintar karena tahu banyak hal, cenderung ingin mengerjakan semuanya sendiri. Sebaliknya, orang goblok, karena keterbatasannya akan berpikir untuk melakukan rekrutmen dan delegasi kewenangan. Ini yang menyebabkan banyak orang pintar ketika memulai bisnis gagal membentuk tim, karena ingin berada di semua lini.

Orang pintar mengandalkan pengetahuan dan informasi dari masa lalu. Ibarat makanan, informasi di masa lalu sudah menjadi basi, sehingga kadang malah meracuni. Orang goblok justru selalu menggali informasi yang segar dan relevan dengan apa yang sedang dikerjakan sekarang.

Manusia Tanpa Tujuan dan Tanpa Rencana

Nah, pasti Anda makin melotot, masa tanpa tujuan? Betul, berulangkali beliau mengatakan bahwa beliau tidak punya rencana dan tidak punya tujuan. Wah, bagaimana bisa? Bukankah selama ini kita diajarkan untuk memiliki tujuan yang jelas dan rencana yang detil untuk mencapai tujuan tersebut? Bagaimana mungkin usaha yang demikian besar dikembangkan tanpa rencana dan tujuan? Ya demikian kenyataannya, menurut Om Bob. Beliau tidak pernah terbebani oleh rencana dan tujuan.

Ada dua kata kunci yang saya tangkap dari Om Bob dalam menjalani hidup tanpa tujuan yang beliau istilahkan "mengalir" tadi. Pertama adalah: Proses. Dengan tidak berpaku kepada tujuan, maka kita akan lebih mengikuti prosesnya, menekuninya, dan memberikan yang terbaik. Kedua adalah: Enjoyment. Om Bob menekankan pada "kenikmatan" mengikuti prosesnya. Pahit dan getirnya menjalani proses, nikmati saja.

Prinsip ini sesuai benar dengan prinsip "goal free living" yang pernah ditulis Stephen Saphiro dalam bukunya yang terkenal itu. Dengan membebaskan diri dari tujuan yang kaku, kita malah akan selalu dapat melihat berbagai kesempatan dan peluang yang kadang tiba-tiba hadir dalam perjalanan kita. Orang-orang yang "goalaholic", seringkali melewatkan berbagai peluang dalam perjalanan hidup mereka karena terpaku pada "tujuan" mereka. Isn't that interesting?

Bebas dari Tiga Belenggu

Ada tiga belenggu yang menurut Om Bob dapat menghambat kita: Pertama: Belenggu Rasa Takut. Ini belenggu yang sangat kuat mencengkeram kita, seperti takut gagal, takut miskin, takut ditolak, dsb. Ini faktor penghambat yang sangat kuat dan harus dipatahkan. Kedua: Belenggu Harapan. Kadang kita berharap terlalu banyak, sehingga malah menjadi belenggu bagi diri sendiri. Belum-belum sudah berharap banyak, dan akhirnya kecewa karena harapan nya tidak tercapai. Dengan membebaskan diri dari harapan, maka Anda akan bebas dari kekecewaan. Menurut saya ini prinsip "detachment" (tidak melekat pada hasil) yang juga sangat dianjurkan oleh Deepak Chopra. Dan ketiga: Belenggu Jalan Pikiran. Ini yang sering menghinggapi "anak sekolahan", yang terbelenggu oleh jalan pikirannya sendiri, sementara realitas di kehidupan masyarakat jauh dari teori yang pernah dipelajari.

Modal Jadi Pengusaha

Dalam kesempatan kemarin, Om Bob membagi-bagikan modal kepada kami semua untuk menjadi pengusaha. Bukan, bukan modal duit. Modal untuk menjadi pengusaha menurut beliau bukanlah sekedar modal yang tangible seperti uang, barang, dsb. Namun justru ada 5 modal yang meskipun intangible namun sangat penting untuk dimiliki semua Pengusaha:

Kemauan. Untuk menjadi pengusaha syaratnya sungguh simple. Anda mau. Kalau Anda tidak memiliki kemauan yang tulus dan kuat untuk menjadi pengusaha, maka lupakan bahwa Anda akan menjadi pengusaha.

Tekad atau Determinasi. Yaitu tekad yang sangat kuat dan bulat, yang tidak akan tergoyahkan oleh keadaan apapun, untuk menjadi pengusaha.

Keberanian mengambil peluang. Menjadi pengusaha berarti berani ambil tindakan ketika peluang lewat didepan mata.

Tahan Banting dan Tidak Cengeng. Om Bob melukiskan bahwa, kesuksesan hanyalah titik kecil diatas gunung "kegagalan" atau penderitaan. Bagi beliau gagal itu baik, karena dengan gagal kita belajar dan menjadi lebih baik. Maka, seorang pengusaha harus tahan banting, dan tidak ada tempat untuk cengeng.

Bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa. Ini yang sangat sering beliau ingatkan, bahwa kita harus selalu mengembalikan segala sesuatu kepada Tuhan YME. Syukuri segala yang telah dicapai selama ini.

Dari Hitam Putih menuju Ikhlas

Menurut saya, Om Bob ternyata adalah seorang spiritualis dengan tingkat pemahaman yang sudah melampaui kebanyakan orang. Beliau menyandarkan hidupnya total kepada Allah SWT. Menurut beliau, manusia tumbuh melalui beberapa tahap: Tahap pertama adalah tahap "hitam putih", dimana kita mengandalkan logika semata. Selalu berpikir dalam kacamata hitam atau putih, benar atau salah, dan 2 + 2 selalu 4. Tahap kedua adalah tahap "kearifan" atau "kebijaksanaan", dimana kita sudah bisa memberi makna dibalik yang hitam putih tadi. Bahwa dibalik hitam, kadang ada putihnya, pada sesuatu yg putih, kadang ada hitamnya. Nah, tahap yang ketiga adalah tahap "kosong", atau "total surrender", atau ikhlas. Dimana kita percaya sepenuhnya bahwa semua sudah diatur oleh Tuhan YME. Nah, silakan dinilai sendiri Anda nyampai tahap yang mana?

Dari sini kita paham. Mengapa beliau tidak punya rencana? Karena beliau memiliki Sang "master planner". Dan mengapa beliau tidak punya tujuan? Karena beliau tahu bahwa hidup beliau Tuhan yang menentukan. Karena yakin, maka beliau ikhlas menjalani kehidupan ini. Bahwa kemudian beliau memetik hasil seperti sekarang, semata hanyalah akibat dari tindakan yang terus menerus beliau lakukan.

Anda setuju? Kata Om Bob, terserah Anda untuk setuju atau tidak. Beliau memang tidak pernah memaksa orang sepaham dengan beliau. Menurut saya, beliau adalah contoh manusia yang sudah mencapai tahap "total surrender" tadi. Tidak berlebihan, jika atas usul salah seorang rekan, kami yang hadir kemarin sepakat bahwa Bapak Haji Bob Sadino ini pantas dijuluki sebagai "Kyai Tanpa Sarung". (FR)

Dicuplik dari blognya Pak Fauzi Rachmanto, http://fauzirachmanto.blogspot.com, dengan beberapa editing

Wednesday, June 6, 2007

Kerja... Why ??

Suamiku, beberapa hari terakhir ini kita sering mendengar, membicarakan, dan membahas perpindahan kantor TDB kita. Dikau yang di depan ngendarai motor sudah cukup sering mencetuskan kekhawatiran. Tentang rute, tentang macet, jalur 3 in 1, larangan motor, jalan tikus, dll. Sedangkan aku, karena statusnya cuman sebagai penumpang, biasanya hanya menjadi pendengar yang baik. Yang kadang 'cuman' nasih comment tambahan yang mungkin untukmu tak perlu. Lebih berfungsi sebagai penyeimbang, penenang, daripada memberi solusi.

Kemarin, aku baru menyadari. Tidak semua di kantor kita pindah. Hanya sebagian saja yang pindah. Sungguh qowwamku, ini mengkhawatirkanku. Aku mulai menghitung. Ada berapa tentara Allah, yang siap menyumbangkan pikiran, tenaga, dan waktunya di kantor ini, yang ikut pindah. Si A, si B, si C... mulai aku menelusuri satu satu.

Dan tahukah engkau suamiku, ternyata, hampir semua tetap tinggal di sini, di kantor lama. Hanya aku, dikau, dan satu orang lagi yang pindah ke lokasi baru. Sungguh, ini mengagetkanku. Ya... ladang jihad sangat terbuka bagi kita. Bahkan bukan terbuka lagi, tapi sudah keharusan sifatnya. Kiprah kita di sana sangat ditunggu. Siapa lagi yang akan mengadakan kajian muslimah ? Siapa yang akan mengundang ustadz untuk kajian senin kamis ? Akankah kita bisa mengajak teman teman kita, kalau kita sendiri sudah jarang mengikuti kajian senin kamis karena kerjaan yang numpuk ? Yach... niat diluruskan lagi...Insya Allah, dengan pertolongan Allah... Bismillah... kita berusaha, Allah yang menentukan....

Dan hari ini, informasi baru aku terima lagi. Disana ternyata tidak hanya bidang. Tapi kita bersama pusat. Ya suamiku.... sungguh... ini membuat mulas perutku. Dengan kondisi pusat jauh saja, permintaan pekerjaan mengalir terus. Hampir tidak ada berhentinya. Bagaimana kalau dekat.... Bukankah kalau dekat jauh lebih mudah untuk 'meminta' dan lebih susah bagi kita untuk 'menolak' ?

Terpikir di benakku, Full TDA ! Ya, kalau memang kondisi sudah tidak nyaman, kenapa tidak full TDA saja. Tetapkan target bisnis tahun ini 2x dari gaji di TDB. Maka aku bisa Full TDA dengan tenang. Sudah hampir kutetapkan dalam batinku. Ketika kemudian muncul suara hati yang lain....

Target bisnis... target pendapatan... target ekonomi... bukankah aku sudah sekian tahun dibina... dan digembleng, untuk mengetahui bahwa untuk masalah yang satu ini serahkan saja sama yang di atas ? Mengapa sekarang dengan mudahnya aku menginginkan ini lagi ? Biarlah aku 'hanya' berusaha. Allah yang melihat dan memberikan hasilnya.

Kalau kemudian Allah memberikan kepada kami, hasil bisnis 2x dari gaji TDB... akankah aku full TDA ? Resign ? Pendi ? Hmm.... kalau seperti gambaran di atas... lalu siapa yang akan menambah tentara Allah di kantor ini ? Siapa yang akan menggerakkan, menghidupkan kebiasaan islam ? Lalu apa alasanku ingin resign ? Hanya nggak kuat dengan cobaan yang Allah berikan kah ? Nggak kuat dengan keharusan membagi waktu ? Membagi pikiran ? Membagi tenaga ? Bukankah kondisi itu Allah yang memberikan....

Ya qawwamku... keinginan untuk pendi jadi tidak sebesar tadi. Insya Allah aku akan menghadapi ujian yang -- mungkin -- akan diberikan Allah. Tapi, bukankah itu 'hanya' salah satu ujian kenaikan kelas ?

Hanya satu suamiku, kutulis ini sebagai pengingat. Tentang niat, tentang tujuan, tentang motivasi. Bahwa aku bertahan bekerja untuk dakwah. Jangan sampai karena pekerjaan yang menumpuk, karena takut pada atasan, karena takut pada complain, lalu kutinggalkan dakwah ini. Kalau aku sudah mulai mengalami perubahan dalam niat, dalam pencapaian tujuan, tolong ingatkan aku suamiku. Karena kalau sekedar mencari uang, aku tahu -- dan aku pun tahu engkau lebih tahu dariku -- rizqi Allah tidak akan salah tempat. Selama kita berusaha.

Dikirimkan untuk suami tercinta pada detik yang hampir sama dengan posting ke blog.

Tuesday, June 5, 2007

Nasinya Tung

Nasinya Tung ?? Apa tuch...

Masih ingat Tung Desem Waringin ? Nach, di satu satu mail yang muncul di TDA, aku sempet baca tentang percobaan nasi yang membuktikan LOA.

Masukkan sedikit nasi ke dua toples. Nasi di toples pertama, berikan pujian, terima kasih, sayang, dll. Sedangkan toples kedua, berikan cemoohan, cacian, hujatan, dll.

Tertarik dengan percobaannya yang mudah, kami mempraktekkannya di rumah. Kebetulan nasi di rice cooker tinggal sedikit. Kami pisahkan sedikit di toples pertama, dan diletakkan di atas kulkas. Kemudian sisanya kami masukkan ke toples yang lain, dan diletakkan di luar.

Toples yang di atas kulkas, kami pesankan ke anak anak dan semua yang di rumah. Pujilah nasi yang ada di toples ini. Terima kasih. Bilang sayang. Semuanya nyengir. Saya sendiri sebenarnya juga berasa rada aneh. Kayak orang gila yak, muji muji nasi. Terima kasih sama nasi. Tapi buat ngasih contoh ke anak anak, ya... apa boleh buat. Walopun sambil setengah gak percaya, kita puji juga tuch nasi di depan anak anak. Terima kasih nasi. Aku sayang kamu. Terima kasih kamu telah bikin aku kenyang. Kamu nasi yang baik. Nasi yang sehat. Nasi yang hebat. Dst.

Nah, toples yang di luar, untuk nasi yang dicemooh. Kita pesenin ke anak anak dan semua yang di rumah juga, untuk ngatain nasi di toples ini. Dan karena itulah toples ini jadi ditaruh di luar. Soalnya supaya yang berputar di dalam rumah tuch hawa yang baik, karena khan ada nasi yang harus dipuji. Nha, kalau pas pengen ngatain, atau lagi marah, kita bilang, silahkan marah ke nasi di toples yang diluar. Jadi yang denger cuman nasi yang di toples. Soalnya yang lainnya khan di dalem rumah. Bingung juga sich, mo ngatain apa ke nasi ini. Ya udah, kita katain aja : nasi jelek, nasi nakal, nasi bandel, nasi bau, dst.

Tiap hari kalau nggak sengaja lihat nasi yang di atas kulkas, tak angkat toplesnya. Kukasih ke suami, udah muji nasi ini belum ? Terus ke anak anak, udah belum ? Sambil nyengir, tapi tetep aja kita muji muji tuch nasi.

Belum seminggu, nasi normal khan udah basi tuch. Udah basi banget malah. Jadi aku pengen buktiin. Tak liat toples yang isinya nasi yang kita puji. Hmm... berair. Tapi kayaknya masih bagus. Pas tak buka.... Wah ! Buau.... Langsung ditutup lagi sambil sedikit kecewa. Ya... gak bisa buktiin donk ke anak anak. Tapi toples tak balikin ke tempat semula.

Besoknya, gak sengaja pas lagi di luar rumah. Iseng pengen lihat toples yang isinya nasi jelek dan nakal. Lho !! Ternyata nasinya udah jadi item. Asli ! Item tem. Kayak areng. Terbukti donk !!

Dengan gembira toplesnya diambil, terus ngambil toples nasi baik. Kupanggil suami sama anak anak. Lihat nich. Yang item ini nasi jelek. Yang putih nasi baik. Padahal dulu nasinya sama khan. Kak Iva sendiri yang nyendokin nasi ke toples. Ternyata nasi jelek jadi item. Padahal ini 'cuman' nasi. Gimana kalau dek Uthi sama dek Widad yang dimarahin. Ntar hatinya dek Uthi sama dek Widad jadi item. Kasihan khan. Makanya jangan suka ngatain. Jangan suka marahin...

Eh, Alya nyeletuk. Aku tahu 'mi, kenapa nasi baik nya agak item. Soalnya aku sama dek Iva sering juga bertengkar di deket nasi baik ini. Hmm...

Sampai sekarang, kalau mereka bertengkar, diingetin nasi baik sama nasi jelek ini langsung nyengir........

Monday, June 4, 2007

God Knows....

Yach... mau bilang apa. Percaya gak percaya, tapi memang Law Of Attraction works. Hehehe... meskipun saya belum pernah baca bukunya, lihat CD nya, atau ikutan nobar. Tapi gak papa khan, ikutan makai istilah yang umum di TDA -- LOA, dan definisinya saya tangkap dari mail rekans TDA community.

Critanya, di awal bukanya toko kami, dengan provokasi dari coach bisnis saya saat itu (eh, gak murni coach sich, tapi beliau lah yang berhasil memprovokasi sehingga saya berani buka toko), saya banyak ngambil barang dari blio : sarung, kain ihrom, baju koko, sabuk haji, kopiah, dll, sebagai sampingan dari core jualan kami : busana muslim anak. Dalam perjalanannya, meskipun barang tersebut laku juga, tapi ternyata maintainnya cukup susah. Soalnya barang sering berubah. Misalnya saja bulan kemaren saya ambil koko dari blio merknya Bunbun. Terus bulan ini pengen order lagi. E... merk bunbun udah gak ada. Yang ada merk banban. Meskipun range harga sama, tapi tetep aja hal ginian nyusahin kami untuk maintain data harga. Belum kalau ada tiga bunbun yang belum laku sampai setengah tahun, misalnya. Udah lupa dech kita, berapa harga pokok dan harga jualnya. Alhasil harganya jadi nguawur berats. Lha, kalo harganya nguawur gitu, gimana mo ngitung labanya ??

Jadi akhirnya setelah lebaran 2006 kemaren, produk yang 'aneh aneh' begitu ditarik dari toko. Terus concern ke baju muslim anak. Pikir pikir lagi... hampir semua produsen baju muslim anak, memproduksi juga baju muslimah dewasa. So, kenapa tidak dicoba, toch produsen nya sama...

Jadi mulailah jualannya : baju muslim anak + baju muslimah dewasa.
Dan alhamdulillah, item baju muslimah dewasa ternyata responnya cukup menggembirakan.

Terus terpikir, pengen juga jualan atasan dewasa yang bahannya chic, yang beda sama yang dijual di toko lain. Udah dicoba satu vendor yang bikin atasan sulam, sayang response vendor terhadap permintaan kita kurang bagus. Jadinya stop. Nyoba vendor lain -- hmm... bagus juga sich. Cuman produknya hiasannya bordir, jadi standart, rata rata, di toko lain juga ada. Pengennya sesuatu yang beda gitu lho.

Eh... Allah memang Maha Mengetahui ya... LOA lah... gak tahu gimana... baru aja kepikir, muncul sms dari Sekido... nawarin konsinyasi produknya di toko kita. Ada yang belum tahu Sekido ? Produk ini pernah juga nyangkut di benak saya sekian tahun yang lalu. Sekido itu merk untuk produk atasan busana muslim wanita dewasa / remaja dengan bahan kaos -- ini kata mereka sendiri lho. Desainnya setahuku dulu bagus, chic, unik. Dulu pernah liat iklannya di majalah ummi. Kaosnya panjang, gak model ketat. Jadi memang sesuai dengan tokoku. Karena memang kami gak berniat jual yang 'pamer aurat'. Berasa gimana gitu lho, ikut nyumbang peran supaya orang pamer aurat. Wah, klop banget dech pokoknya.

Pagi ini, 1 kodi produk sekido dikirim ke toko, alhamdulillah. Semoga prospeknya seperti yang diharapkan.