Wednesday, December 12, 2007

My Beloved Parents


Saat aku kelas 1 sampai 4 SD, orang tua mengalami kejayaan karier. Setiap sabtu minggu kami pergi piknik keluar kota. Rumah dinas pun sangat besar. Saking besarnya, kami bisa bersepeda di dalam rumah, di antara kursi kursi ukir di ruang tamu. Sodara juga ada aja yang menginap di rumah. Baik sehari, sepekan, sebulan, kadang sampai ukuran tahun.

Artis juga beberapa kali hadir di rumah kami sekedar mampir bila mereka sedang show di sana. Pernah saat ada artis bertandang, sampai halaman depan rumah kami yang lumayan luas penuh dengan orang yang pengen lihat. Bahkan ada yang sampai nangkring di pohon di depan rumah. Darimana mereka tahu ya, padahal gak diumumin kalau artis itu datang. Saya sendiri saat itu masih belum ngeh kenapa orang-orang segitu antusiasnya dengan tamu kami.

Di halaman belakang ada pohon kelapa yang rutin didatangi orang untuk mengambil kelapanya. Masih terbayang di benakku, orang tsb memanjat pohon kelapa dengan melubangi batang kelapa untuk pijakan kakinya. Terus begitu sampai di atas. Begitu dia sampai di atas, gak lama mulailah terjadi 'hujan' kelapa. Kelapa kelapa berlompatan dari atas ke segala arah di halaman belakang rumah.

Di salah satu sisi rumah ada paviliun yang cukup besar. Seingatku sudah memenuhi syarat disebut rumah. Ada ruang tamu, kamar, kamar mandi sendiri, dst. Oleh orang tua kami, paviliun ini dipinjamkan free, entah ke siapa -- saya saat itu belum paham.

Kalo kami ke kantor ayah dan membutuhkan sesuatu, ayah tinggal memencet bel. Dan muncullah seseorang yang selalu siap membantu.

Itu gambaran sebelum ayah kemudian mendapat ujian. Pindahlah kami ke Semarang, dengan rumah mungil yang kondisinya cukup parah. Kami yang terbiasa antar jemput mobil dengan sopir, berubah menjadi tidak ada mobil sama sekali. Rumah yang seluas lapangan bola, menjadi halaman tidak terurus yang luas.

WC pun bampet, gak bisa digunakan. Kalo mo BAB (aduh... maap nich...) kita kadang gali tanah di belakang. Kadang juga terpaksa nebeng ke WC umum yang gak terlalu jauh. Pernah saat BAB gali tanah di belakang, berdua adek, tahu tahu ada sodara datang. Waduh... malu... Untung sodara belum sempet lihat. Cepet cepet kita timbun terus lari ke KM buat bersih bersih.

Kalo mo refreshing, kami berempat, saya bersama kakak dan adek, berjalan kaki ke mall terdekat. Yang sebenarnya gak terlalu dekat juga. Disana kami jongkok dibalik rak membaca tintin. Sering sambil diselingi senggolan dari karyawan mall yang 'pedes' liat kami cuman baca dan nggak beli. Pulangnya kami jalan kaki lagi. Kadang kalo adek capek, kakak bergantian menggendongnya.

Secara bertahap kondisi mengalami perbaikan. Rumah diperbaiki. Dipagar. Dibuatlah tempat kos. Mobil dinas yang teronggok diperbaiki sehingga bisa jalan kembali, meskipun bak terbuka. Aku masih ingat, kalo mo pergi, kita sudah tahu urutan masuk mobil. Pertama ayah di belakang sopir. Terus kakakku nomor 1 duduk di sebelah ayah. Terus adekku masuk, dipangku kakak pertama. Terus ibuku masuk. Baru aku masuk, dipangku ibu. Nah, kakakku yang kedua, masuk dari pintu sopir, dan duduk di sebelah kanan ayah. Jadi bagian depan mobil pick up itu diisi oleh ayah, ibu, dan 4 anak. Full dah.

Kalau keluar kota, kadang kita duduk di bak terbuka itu. Kita dibawain kursi rotan untuk duduk di bak belakang. Terus kita sudah bekal mainan dari kertas, yang diikat dengan tali. Saat mobil berjalan, rasanya senang sekali melihat mainan kertas yang terbang terbang mengikuti mobil.

Kadang di minggu pagi, kami berlari pagi ke simpang lima. Sekedar untuk lari saja. Dan pulangnya berjalan kaki lagi. Kalo nggak, malam minggunya kami ke simpang lima. Hanya untuk melihat lihat. Atau bermain bola yang kami bawa. Tidak ada jajan yang kami beli.

Terus ayah kami ditugaskan pindah keluar kota. Dengan beberapa pertimbangan, ibu memutuskan untuk tetap menetap di Semarang. Mulailah masa ibu mendidik kami sendirian. Dan hanya didampingi ayah hari sabtu dan minggu.

Pernah suatu hari aku diajak teman dan ayahnya untuk membeli keperluan pramuka. Kebetulan ayah ada di rumah dan saya sudah diijinkan beliau. Saat berjalan kaki sekian ratus meter dari rumah, ibu ternyata melihat dari jauh, naik motor. Ibu menyampaikan kagetnya, karena aku digandeng dengan orang 'entah siapa'. Dan aku cukup terharu, karena itulah salah satu bukti kekhawatiran ibu kehilangan aku.

Ibu waktu itu menjadi guru SMA. Kalo kami ujian atau tes semester, ibu pasti membawakan segepok kumpulan soal untuk kami pelajari. Meskipun saya sangat jarang menyentuhnya, ibu tetap setia membawakan segepok soal itu. Bukannya saya gak menghargai ibu. Tapi ibu mengajar di sekolah swasta yang kurang terkenal. Sementara saya sekolah di SMA Negeri 3 di Semarang. Jadi jenis soalnya 'agak berbeda'.

Kadang tahu tahu ibu pulang dengan membawa segunung belanjaan. Dan diantara belanjaannya selalu terselip buah, terutama pepaya, kesukaanku. Padahal pepaya itu cukup besar. Dan ibu membawa segunung belanjaan itu dengan naik motor. Kata ibu, beberapa kali di tengah jalan pepaya itu melorot dan memaksa ibu untuk berhenti sebentar membetulkan letak pepaya supaya nggak jatuh.

Ibu sering terlihat mencuci sendiri seluruh baju kami dengan tangan beliau. Gak jarang acara mencuci dilakukan sampai malam.

Saat aku diterima kuliah di Bandung, ayah dipindahkan lagi ke Semarang. Alhamdulillah, ibu jadi ada teman, selain adikku.

Saat ini kami, empat sodara, alhamdulillah sudah bisa merintis untuk menjadi 'orang' sesuai harapan orang tua. Tiga dari kami sudah naik haji. Dan kami semua tinggal di Depok. Tiga orang plus ibu tinggal di komplek yang sama, GTA. Sedangkan adek sudah berencana untuk membangun rumah di dekat kami.

Mengurus kami sendirian sejak aku kelas 5 SD sampai lulus SMA, plus goncangan fitnah yang pernah menerpa, membuat ibu kami cukup keras, disiplin, dan terbiasa mengambil keputusan. Kami bersyukur, ibu saat itu cukup tegar menghadapi kondisi yang berubah drastis. Dan ibu cukup kuat untuk mendidik dan menghadapi kami sehingga kami saat ini bisa menjadi orang yang 'melek'. Sedangkan ayah, lebih memposisikan diri untuk mengalah. Memupuk kesabaran. Dan menyerahkan (hampir) sepenuhnya semua keputusan. Karena ayah memang sehari harinya tidak bersama kami.

Akhirul kalam, aku ingin berdoa untuk mereka...

Ya Allah, aku menyayangi keduanya. Kami menyayangi keduanya. Buatlah mereka husnul khotimah di akhir hayatnya. Satukanlah mereka di surga firdaus-Mu. Ya Allah, kalau ada kekurangan mereka, ampunilah mereka ya Allah. Atas kekhilafan mereka yang mungkin mengambil langkah yang salah. Ampunilah mereka karena mereka sudah berusaha yang terbaik yang mereka bisa. Ya Allah... ampunilah mereka. Letakkan mereka di surga Firdaus-Mu.

Rabbanaa Aatinaa min ladunka Rahmah, wa hayyi lana min amrinaa rasyadaa. Ya Rabb, berikanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, dan sempurnakanlah petunjuk-Mu yang lurus untuk urusan kami ini. Rabbighfirlii waliwaalidayya warhamhumaa kamaa rabbayaani saghiiroo... Rabbighfirlii waliwaalidayya warhamhumaa kamaa rabbayaani saghiiroo... Rabbighfirlii waliwaalidayya warhamhumaa kamaa rabbayaani saghiiroo...

Amien.
Teriring ungkapan sayang sepenuh hati kepada ibunda dan ayahanda yang telah bersusah payah dan mengerahkan segenap kemampuan untuk membesarkan kami. Semoga Allah memudahkan langkah mereka untuk menuju surga firdaus-Nya.

Tuesday, December 11, 2007

Protes

Critanya gini. Khodimat ku khan mendadak minta pulang. Memang baru sebulan kerja sich. Trus tak tanya, kenapa. Kata dia, soalnya kak Al sering ngatain. Kak Mut sering mukul. Waks !! Kaget bener aku.

Selama ini, banyak yang bilang anakku baek. Bahkan sempet ada khodimat yang pindahan dari komplek sebelah, gaji disana udah 600-an (baby sitter), gak betah minta pindah ke aku salah satunya karena anakku baek2, even gaji di aku cuman 300 (cause khodimat baru).

Pernah juga pas kunjungan dari sekolah ke rumah, salah satu guru anakku sempet bilang... "ternyata bisa ya, ortu dua2 nya kerja, anaknya baek2".

So, alasan dia pulang sempet bikin aku shock dan gak habis pikir. Trus investigasi dimulai.

Mumpung anak2 tidur, pertama kupanggil Mida, yang sudah cukup lama ikut kami. Kata Mida, kak Al memang suka ngatain. Kalo pulang sekolah, naruh baju juga sembarangan. Dikasih tahu susah. Oops... Waduh... umminya ketinggalan berita nich. Kok bisa bisanya aku gak tahu perkembangan Al jadi seperti itu.

Dikorek lagi : kata Mida, kak Al kalo mandi juga suka teriak teriak, minta diambilin baju sama adeknya, Iv. Kak Iv udah dibilangin jangan mau, tapi tetep aja ngambilin baju buat kakaknya. Walah... apa lagee nich... Tambah mengkerut aja jidatku.

Trus Mida kutanya. Kak Al pas di rumah lama udah kayak gitu belum ? Kata Mida enggak. Di rumah lama dulu baek. Pas disini aja jadi kayak gitu. Trus kuajak discuss, apa karena sering maen sore ya Mida ? Kata Mida kayaknya enggak, soale maen sore juga cuman di depan rumah, gak ada yang macem macem. Waduh !!

Kita disini memang baru sich. Pindahan dari rumah lama-nya bulan Agustus. Jadi baru sekitar 4 bulan lah. Masih adaptasi sama lingkungan. Dan ternyata adaptasi gak hanya di lingkungan, tapi di cukup banyak hal. Gak nyangka juga, cause disini ini kalo ngojek dari rumah lama cuman 3.000. Jadi gak jauh. Masih satu kelurahan. Cuman disini ini memang banyak mbak 'bertebaran'. Jadi mbakku banyak temen. Kalo di komplek lama dulu, relatif gak ada mbak yang jalan jalan.

Kebetulan kak Iv udah bangun. Jadi kupanggil lah kak Iv. Kutanya, menurut kak Iv, kak Al itu gimana. Katanya kak Al itu jahil, suka ngerjain kak Iv. Kenapa kak Iv disuruh suruh sama kak Al mau aja. Kata kak Iv, soalnya kalo gak mau, ntar kak Al gak mau temen. Jadinya mo maen sama siapa kalo kak Al gak temen. Kutanya lagi, lho... khan ada mbak ? Jawabannya, mbak sibuk terus. Gak mau diajak maen. Ooo...

Nah, terakhir muncul kak Al. OK, kak Iv kita suruh makan, aku ganti ngobrol sama kak Al. Kak, kalo ummi nanya ke mbak, atau ke temen temen kak Al, menurut mereka kak Al itu gimana, kira kira jawaban mereka apa ya ? Kak Al nyengir, trus bilang... gak tahu. Lho, kok gak tahu. Menurut kak Al aja, kira kira mbak bakalan bilang apa ? Trus dijawab kak Al, pasti mbak Mida bilang aku bandel ya... Hmm... mulai nyambung nich...

Kenapa kok kata kak Al mbak Mida bakalan bilang gitu ? Kata dia, soalnya kalo dikasih tahu gak nurut. Masih sambil cengar cengir. Kutanya, kenapa kakak kok gak nurut. Dia cengar cengir aja, gak jawab. OK, pertanyaan pindah. Kenapa kak Al sekarang sering nyuruh kak Iv ? Kalo kak Iv takut kak Al gak temen, khan sebenernya kalo kak Iv gak temen, kak Al juga gak punya temen ?

Trus... tahu tahu, dengan emosi yang keliatan, Al bilang... iya... soalnya kita gak punya temen lagi... Kutanya, lho, khan ada mbak... Jawab Al, mbak tuch maen sendiri sama temennya. Lho, maen gimana ? Iya, mbak tuch ngobrol, maen sendiri sama mbak mbak laennya. Gak pernah lagi mau maen sama kita. Jadinya gak ada temen, cuman sama dek Iv doank. Oh... baru ngeh aku...

Gak lama, aku ngobrol lagi sama Mida. Kubilang, Mida, kayaknya ummi udah tahu kenapa kak Al kayak gitu. Mereka, kak Al sama kak Iv 'kehilangan' mbaknya. Dulu pas kita masih di komplek lama, pulang sekolah mereka biasa maen sama mbak mbaknya. Trus sekarang, mbaknya pada nyuapin dek We sama kak Mut di taman deket rumah, barengan sama mbak mbak yang laen. Jadinya mereka binun gak punya temen. Trus protes. Nha, protesnya ya dengan gak nurut itu. Dengan ngelempar baju kemana mana. Supaya mbaknya sibuk. Kalo sibuk khan jadi di rumah....

Trus kutanya Mida, bukannya ummi ngelarang Mida ngumpul sama temen2. Tapi ummi berharap anak2 ummi punya temen maen juga. Nha, karena waktunya berbenturan, gimana ya... Mida mau gak ya, kalo sore nemenin anak2 maen. Jadi nyuapin dek We sama kak Mut nya di rumah aja, sambil nemenin kak Al sama kak Iv maen.

Mida udah setuju sich. Cuman aku yang gak enak juga, ngelarang mereka maen. Jadi akhirnya kedeketin lagi. Kubilang, sorry, pengennya sich gak ngelarang Mida ngumpul. Tapi masalahnya khan anak2 nya ummi jadi gak punya temen. Jadi gimana ya. Toch mereka juga kayaknya gak bakalan maen di rumah terus terusan. Nha, pas mereka pengen maen di luar, Mida juga bisa ngumpul sama temen2. Trus untuk kompensasinya... ya udah, tak kasih libur sebulan 2 hari. Cuman ambilnya kalo sabtu minggu aja ya. Gaji juga tak naikin 50.000 dech...

Malemnya, semua tak kumpulin. Kubilang kak Al, kak Iv, ummi udah ngobrol sama mbak Mida, sama bibik. Mbak Mida sama bibik udah mau nemenin kakak maen. Nha, karena udah ditemenin maen, kakak jadi kudu nurut kalo dikasih tahu. Kak Iv mau gak, ditemenin maen, tapi kudu nurut kalo dikasih tahu ? Kak Iv bilang mau. Kak Al mau gak ? Nyengir... trus bilang mau tapi gak jelas, sambil tangannya masuk ke mulut. Gak mau gitu, kak Al yang jelas, mau enggak, kataku negasin. Mau, kata kak Al.

Nha, kalo Mbak Mida atau bibik nggak mau diajak maen, kakak bisa bilang ke ummi. Tapi sebaliknya, kalo kakak dikasih tahu gak nurut, mbak Mida sama bibik juga bisa bilang ke ummi.
Deal. Alhamdulillah. Case close. Ternyata 'kebandelan' anakku muncul karena protes sama mbaknya. Untung aja cepet ketahuan. Jadi meskipun Ros pulang, aku cukup makasih juga sama dia karena bikin aku jadi melek problem di rumah.

Dreams Anugerah, and Make it Come True


Ini dia dream Anugerah yang dikirimkan ke bu Ning. Dimunculkan ke blog lebih untuk saya sendiri, supaya ntar akhir 2008 tahu bagaimana akhirnya pencapaian dream ini.

* * *

Dreams. Kata yang sangat indah dan terasa nyaman. Namun dreams jangan sampai hanya menjadi sebatas angan. Menjadi lamunan. Dreams, mimpi, harapan, cita cita, harus dimaknai tujuan yang ingin dicapai, tujuan yang akan dicapai. Anugerah Collection di tahun 2008 mempunyai banyak big dreams.


Dream yang pertama, membuka toko kedua di rumah. Semoga yang ini cepat terealisasi. Langkah-langkah yang harus dilakukan sudah terlihat. Hanya waktu dan kesempatan belum pas. Insya Allah sebelum Mei 2008 sudah dilaunching toko kedua yang berlokasi di komplek Griya Tugu Asri ini.


Dream kedua, membeli satu lokasi lagi untuk berjualan, dan otomatis dagang lagi disana. Dream yang ini menunggu rumah yang lama laku terjual. Semoga Desember ini sudah deal dengan pembelinya. Cuman kita masih belum menemukan lokasi yang tepat untuk toko ketiga ini. Pengennya nggak jauh jauh. Tapi nggak jauh itu dimana ya. Di ITC sebenarnya masih minat juga. Sayangnya belum ada lokasi yang dijual dan kita sreg -- termasuk sreg dari sisi harganya. Pernah survey di Tamini Square, hasilnya kurang pas. Pernah juga survey ke ITC Kuningan, meskipun katanya daya beli lebih tinggi daripada ITC Depok, tapi kayaknya segmennya gak pas buat Anugerah. Cibubur Junction, bisanya sewa, gak bisa beli. Padahal pengennya sekalian investasi properti. So... dream nya jelas. Lokasi menyusul...


Dream ketiga, bikin system computerize yang mencakup semuanya. Selama ini yang saya temukan, baik yang free ataupun yang beli, rata rata memisahkan antara software stock dengan software laporan keuangannya. Padahal kupikir itu harusnya menyatu. Jadinya gak puas dengan yang sudah ada. Rancangan system sudah dibuat. Detail data beberapa sudah dibuat juga. Yang belum coding nya. Semoga segera kelar. Dan kelebihan system ini, dirancang oleh orang yang menguasai teori perancangan system IT, menguasai teknis operasional system penjualan retail, menguasai pembukuan yang diperlukan untuk toko retail, menguasai laporan standard yang diperlukan, dan juga mempunyai gambaran laporan yang bakal diinginkan. Ke depannya, kita masih memikirkan untuk menjual software ini atau tidak. Atau justru software ini menjadi modal kita untuk franchise retail busana muslim. Let's see... Ini dream tahap berikutnya. Masih rada jauh... Belum taraf aplikatif. Belum dipikirkan bener. Masih antara ingin dan jangan... Yang jelas softwarenya dibikin saja dulu. Ntar kalau software sudah jadi, baru berpikir dream tahap selanjutnya yang berkaitan dengan software ini.


Trus... tahun 2008 juga, pengen membiayai ibu untuk umroh full Ramadhan, hanya dari laba bisnis. Plus uang saku dan lain lain, dana yang dibutuhkan sekitar 25 juta. Kalau melihat laba tahun ini sampai November, insya Allah laba sudah cukup untuk itu. Tinggal realisasi. Semoga bisa sesuai rencana.


Dream berikutnya, kalau system computerize sudah jadi, akan diaplikasikan di seluruh toko Anugerah. Toko yang di rumah yang jadi base-nya. Rancangan system sudah memenuhi untuk kondisi ini. Jadi nanti penjualan di setiap toko Anugerah akan dilayani dengan menggunakan komputer. Ada meja dengan monitor yang tersimpan di bawah meja, sehingga hanya layarnya yang terlihat dari balik kaca. Means kalau system sudah siap, beli komputer, trus nyari meja yang pas. Dan mulai ngajarin SDM supaya terbiasa. In my mind, SDM akan dibiasakan dulu di rumah selama beberapa bulan. Baru setelah itu dioperasionalkan di toko. Dan tentunya mulai pertama di tokonya tidak pada saat puasa. Supaya SDM yang ada tidak kagok, yang akibatnya bisa membuat pembeli 'lari'.


Trus... dengan 3 toko, anggap saja laba kotor tiap toko ** juta per tahun. Dikurangi biaya 1,5 juta kali 12 bulan, 18 juta. Jadi dari tiap toko plus minus ada laba sekitar ** juta per tahun. Kali tiga toko jadi ** juta per tahun. Jadi per bulan ada *,* juta net profit. Kalo ambil pensiun dini, uangnya buat buka toko ke-4. Jadi ada tambahan lagi *,* juta. Total per bulan net profit sekitar ** juta. Ini asumsi optimis, hehehe... jadi takut juga setelah lihat angkanya. But... means kalo tokonya sudah 3, dan ternyata diperlukan keterlibatan yang lebih di bisnis... gak ada lagi yang diberatin. TDA... here I come...


Waduh.... sudah 2 lembar. Ya sudah, dreams nya dicukupkan sampai disini. Mohon maaf kalau ditulis tidak dengan formal, karena ditulis dengan hati dan emosi.

Monday, December 3, 2007

Terus Terang Harus Terang Terus


Setelah sekian lama nggak sempet sempet ngeliat toko, akhirnya pekan kemarin kita menyediakan waktu buat nengok toko sama anak-anak. Dari jauh sudah terlihat ada yang aneh. Loh... kenapa tuch toko kita, kok jadi gelap yach... Suami nimpalin, lampunya lupa dinyalain kali'... Memang beberapa kali kita nemuin Iis sama Agung lupa nyalain lampu yang sorot. Jadi kesannya kelihatan lebih gelap. Nggak seterang kalo lampu neon sama lampu sorotnya dinyalakan semua.

Pas udah sampai di toko, kita coba tes saklar lampunya, lho... ternyata semua dalam posisi on. Dan semuanya menyala. So, what's going on ? Usut usut, ternyata lampu mulai temaram. Nyala sich nyala, tapi sekedar nyala gitu lho. Kayak hidup segan mati tak mau, hehehe...

Jadi ahad kemaren, kita menjadwalkan lagi wajib kunjungan ke toko. Mampir dulu beli lampunya di ruko ITC. Ternyata murah lho. Kirain lampu yang segitu gedhe, eh, panjang denk, kirain harganya juga panjang. Ternyata harganya 'cuman' 10 ribu per lampu. Kita beli 4, cause lampu neon panjang gitu di kios kita memang ada 4 biji.

Trus ke toko, pasang pasang sebentar. Sementara suami pasang, saya sama anak-anak ngider liat liat. Kali' aja ada toko yang dijual murah, hehehe... Pas balik lagi, ternyata penggantian lampu sudah selesai. Dan toko sudah lebih terang.

Dan tahu gak, malemnya, Rani ngelaporkan penjualan hari itu mencapai 1 juta. Retail lho. Alhamdulillah.

Jadi inget. Dulu pas masang lampu sorot, penjualan juga terdongkrak. Barusan tak liat, kalo dari rata-rata profit mingguannya, naik hampir 2x lipat. Dihitung dari average Januari 2007 sampai Juli (pas masang lampu), dan dari Juli sampai dua pekan sebelum Ramadhan. Soale pekan terkahir syaban khan biasanya memang udah ikutan naik, jadi dianggep sudah bukan situasi normal lah.

Trus jadi inget juga, ada resto di Lenteng Agung, yang tadinya gelap gitu. Berkesan kumuh. Sepi. Ya jelaslah, lihat aja gak minat sama sekali buat mampir. Suatu saat, resto itu perbaikan dengan menambah jumlah lampunya. Seingatku sich bangunannya tetap begitu aja. Cuman sekarang jauh lebih terang. Dan tahu nggak... ternyata sekarang, tiap lewat ada aja mobil yang lagi parkir disitu. Dan aku termasuk salah satu 'korban' yang akhirnya jadi tertarik juga makan di situ.

So, the point is. Jangan takut untuk membuat dagangan kita terang. Karena memang harus terang terus. Hihihi.... kayak iklan philips. Kebetulan lampu 10 ribu-an itu memang philips sich :-)