Wednesday, June 24, 2009

Sampaikanlah walaupun hanya 1 ayat...

Kenapa kita kudu menyampaikan walaupun hanya satu ayat ? Hikmahnya -- selain yang aku sudah tahu sebelumnya, tambahannya tak dapetin kemaren.

Jadi pertama, karena kalau kita menyampaikan, trus telinga kita ikutan denger. Ya khan, kalo telinga orang lain aja denger, telinga yang berbicara pasti lebih denger duluan. Dan apabila telinga kita mendengar, maka kemungkinan untuk sampai ke hati lebih besar. Jadi kemungkinan untuk dipahami dan diamalkan juga lebih besar. Beda dengan kalau kita hanya mendengar, dan tidak disampaikan lagi. Kadang aplikasinya dalam amal suka terlewat, masih untung kalau ilmunya gak ikut ilang.

Hal ini juga berlaku dalam percakapan, mengapa sebaiknya hal2 yang gak baek tidak diperbincangkan, kecuali untuk mencari solusi. Karena dengan diperbincangkan, hal gak baek itu makin masuk ke dalam hati. Makin menyakiti dan gak ilang2. Akibatnya makin mengotori hati kita.

Kedua, karena dengan menyampaikan itu, kita jadi teruji. Teruji dari sisi waktu, karena berarti kita kudu memanage waktu dengan lebih baik, supaya semua berjalan on the track. Teruji dalam cara penyampaian, teruji dalam pemahaman, dalam penyelesaian permasalahan, dll. Karena dengan menyampaikan, maka kita kudu berusaha supaya yang mendengar jadi turut mengerti dan mengamalkan. Kalau yang menyampaikan saja belum mengerti, bagaimana mungkin berharap pendengarnya menjadi mengerti. Kalau yang menyampaikan saja, pada saat ada permasalahan penyelesaiannya tidak on the track, bagaimana mungkin pendengarnya bisa menemukan jalan yang tepat untuk solusi permasalahannya.

Ketiga, karena dengan menyampaikan, dengan niat yang lurus, dengan usaha yang lurus, maka dalam perjalanannya akan diperbaiki oleh Allah SWT. Tapi gimana kalau kita udah menyampaikan, dan ternyata bantuan perbaikan dari Allah SWT gak kunjung datang ? Kemungkinan karena taraf keimanan yang kurang, atau kurang menyibukkan diri dalam mengerjakan amal kebajikan. Seperti dijanjikan Allah dalam QS 47:2, untuk orang2 yang beriman, dan mengerjakan kebaikan, akan dihapus kesalahan mereka dan diperbaiki keadaan2 mereka.

Jadi kalau sudah merasa bersibuk diri dengan kebaikan, namun perbaikan dari Allah gak kunjung datang, kita perlu introspeksi. Apakah kita melakukannya dengan niat yang kurang lurus, bercampur dengan niat2 yang lain ? Ataukah kita masih kurang menyibukkan diri dengan aktivitas amal kebaikan ?

Seperti aku kemaren. Ngerasa bener sendiri. Ngerasa pinter sendiri. Ujung2nya pengen diakui. Berharap pengakuan. Dan Alhamdulillah, gak dikasih sama Allah. Setelah dapat materi tadi, aku jadi mikir. Jangan2...

Ya. Rasanya aku memang kurang menyibukkan diri dengan amal kebaikan. Tahajud sekarang jarang 11 rakaat lagi. Matsurot sering gak selesai. Tilawah keteter. Hafalan... aduh... jauh dari target. Dhuha... kalau sempet doank, dan bukan disempetin. Rawatib.... Aduuhhh. Dan di kantor, sibuk dengan email, facebook, blogwalking. Hiks.. jadi malu...

Jadi hari ini, apalagi dengan Rajab yang baru datang, aku berniat untuk memperbaiki amalan2ku. Yang selama ini keteter. Yang selama ini waktu luang di kantor banyak dipake buat surfing. Semoga bisa dioper ke amalan yang lebih bernilai. Dan semoga aku jadi lebih siap menghadapi Ramadhan nanti. Dan bukan baru mulai berbenah pada saat Ramadhan. Amien.

Gambar diambil dari sini dan sini

Tuesday, June 23, 2009

Something Wrong

Hari ini berasa gak nyaman. Ada sesuatu yang salah, yang membuat aku berasa gak nyaman. Maybe ini ujian 'keakuan' buatku. Ujian yang datang bersamaan di dua komunitas yang aku ikuti. Problem is the same. Aku tahu seharusnya bagaimana. Tapi nothing I can do. Dan justru disitulah 'keakuan' ku diuji.

Kenapa ujian 'keakuan' ? Karena aku toch bukan siapa2. Tapi aku khawatir, jangan2, selama ini aku masih berorientasi pada nilai orang lain. Pada anggapan orang lain. Karena kalau aku sudah gak mempertimbangkan 'keakuan' ini, mestinya Allah nggak akan ngasih aku ujian ini khan ? Karena khan aku udah lulus.

Tapi nyatanya aku dapat ujian ini. Ujian merasa benar, merasa tahu. Tapi di set sama Allah, even aku tahu, aku gak bisa ngapa2 in. Jadi lama2 berasa gak dianggep. Nah... gak dianggep... itu kata lain dari ingin diakui khan...

Dan memang Allah sebaik2 pembuat skenario. Kalaupun memang aku tahu yang bener, dan trus aku dikasih jalan buat ngebenerin, gimana aku bisa ngerasa gak dianggep ? Itu malah jalan buat ngerasa diakui. Bisa tambah ke-PD-an khan. Bisa kelewatan PD. Alias sombong. Nah... makanya aku dikasih jalan buntu buat menyalurkan aspirasi. Maybe hikmahnya biar aku tahu, bagaimana rasanya gak dianggep. Dan biar aku tahu, bahwa aku masih selalu terjebak di pengakuan manusia. Padahal secara teori tahu persis... itu nothing...

Dan kalau dirunut lagi... nikmat Tuhan mana lagikah yang aku dustakan... Ya, begitu banyak nikmat Tuhan yang sudah dikasih ke aku. Gak selayaknya aku jadi berasa gak nyaman hanya karena satu kondisi yang dibuat Allah justru untuk memperbaiki diriku. Gak selayaknya ! Atau aku termasuk orang2 yang tidak dapat mensyukuri nikmat-Mu. Hiks... Jadi takut....

NB. Sorry kalo rada susah dimengerti. Ini masih dalam rangka pencarian jawaban, jadinya ya ngalor ngidul gitu...

Monday, June 22, 2009

Melankolis Sempurna

Masih ingat personality plus yang ada 4 macem ? Salah satunya melankolis sempurna. Ya, melankolis yang ingin semuanya sempurna, tapi mengakibatkan dia tertekan dengan ketidaksempurnaan yang ada dimana-mana.

Bukan berarti melankolis sempurna itu jelek, jahat. Nggak. Dia hanya diberi ujian yang lebih besar, dengan karunia sifat dasar sebagai si sempurna. Dan di rumahku ada dua yang melankolis sempurna. Dua, kalau Widad (semoga) bukan melankolis sempurna. Ada tanda2 sih, tapi kayaknya gak sampai separah Iva.

Ya, Iva, anak kedua kami, melankolis sempurna. Itu sifat aslinya, sejak bayi, hehehe. Pas bayi, pada saat belum bisa ngomong, kalau sedang tidur dan posisinya dirubah, dia nangis. Gede dikit, PG kecil, kalau menurut dia gurunya kurang sempurna dan belum minta maaf, dia akan cemberut sama gurunya. Terus aja cemberut sampai gurunya minta maaf. Gede dikit lagi, TK, dia akan memukuli mulutnya sendiri kalau baca doa tidur gak sempurna karena sesuatu hal -- batuk, misalnya. Juga doa makan, dan doa doa yang lain. Sampai kakak dan ortuku heran, kenapa sih... kok kalo gak slesai baca doa dia mukul2 mulutnya sendiri.

Tapi itulah Iva -- Khodijah yang benar dan lurus. Makanya dikasih Allah sifat asli sempurna, hehehe...

Kalo mau tidur, dia memasang selimut harus terpasang tepat dan lurus memenuhi kasurnya, gak boleh ada yg terlipat, meskipun nanti bakalan morat marit kemana2. Kalau pulang sekolah gak boleh terlambat dibukain pintu, cause itu sudah masuk kategori gak sempurna. Efek bagusnya... kalo belajar di sekolah, dibilang harus concern gak boleh ngobrol, jadinya ya dia concern beneran dan gak ngobrol samsek di sekolah. Hasilnya udah keliatan, dia juara 1 paralel dari kelas 1 sampai kelas 3 ini. Dan hasil lain, gurunya complain ke aku, katanya Iva gak pernah bisa ngobrol sama temennya di kelas. Pas tak confirm ke Iva, jawabannya : lho... kata bu guru khan gak boleh ngobrol di kelas... So perfect, right ?

Kalo di buku, kalo gak salah -- maklum, bacanya udah lama, yang perlu diperbaiki dari orang melankolis antara lain menerima ketidak sempurnaan dari sekeliling. Jangan memasang target atau harapan terlalu tinggi. Ntar banyak kecewa. Trus kata buku itu juga, orang melankolis sering merasa sekelilingnya gak sayang sama dia, gak care sama dia. Dan dia berusaha ngebuktiin bahwa dugaannya itu bener. Di Iva, case ini diaplikasikan dengan... tetep pura2 tidur meskipun sudah bangun. Dia minta dibangunkan 'dengan sempurna'. Kalo gak, dia menganggap berarti memang kita gak sayang dia. Dan dengan anggapan itu, dia sukses memulai hari dengan bersedih, tertekan, dan cemberut, karena merasa gak disayang.

Orang kedua yang melankolis sempurna adalah Mbak Tik, mbakku di rumah yang ngurusin semua kerjaan rumah. Tiap ada temen buat ngebantu urusan rumah, dia gak ngerasa nyaman. Karena dia ngerasa gak ada yang bisa kerja sebaik (baca : sesempurna) kerjaannya. Dan temennya juga gak ada yang berasa nyaman, karena tiap ngebantuin dia, selalu aja dibilang salah. Contoh kecil, dia ngebantuin njemur, kalo baju yang dijemur kelipet sedikit, dia udah dimarahin, disalah2in. Semua harus bener2 perfect sesuai gayanya mbak Tik. Begitu juga untuk semua urusan yang lain. Kalo masak, kompor harus sampai kinclong. Nyapu, debu harus bener2 habis. Jendela harus dilap bersih2, dst.

Akhirnya suatu hari, mbak Tik tak ajak ngobrol. Kebetulan ada satu contoh melankolis sempurna yang sudah usia tua di sekitar kami. Tak tunjukkan ke mbak Tik, bahwa begitulah melankolis sempurna itu. Berharap semuanya sempurna. Tidak bersedia menerima pemakluman, apapun alasannya, meskipun untuk hal2 yang sepele dan sangat mungkin untuk dimaklumi walaupun tanpa alasan. Tak kasih tahu juga bahwa Iva, yang kata mbak Tik kadang2 susah karena sering ngambek, ya sebenernya ngambeknya itu karena dia menuntut semuanya sempurna. Karena dia melankolis sempurna.

Trus tak tunjukin juga buku personality plus. Tapi khan gak mungkin kalo mbak Tik baca sendiri. Alhamdulillah, dikasih ide : minta Iva yang baca tentang melankolis sempurna. Apa kekurangannya. Apa yang harus dilakukan, dll. Trus minta Iva nerangin ke mbak Tik. Jadi sekalian, mbak Tik jadi tahu, Iva juga jadi faham.

Alhamdulillah, makin kesini, taraf Iva menuntut kesempurnaan dari orang lain makin berkurang. Dia makin bisa memaklumi kondisi sekitar. Makin memahami bahwa dunia ini beragam. Semoga Iva, mbak Tik, tetanggaku yang melankolis sempurna, dan orang2 yang dianugerahi sifat melankolis sempurna oleh Allah diberi kemudahan untuk dapat melihat dunia dengan lebih sederhana dan mengurangi beban dan tuntutan yang selama ini dirasakan. Amien.

Ajal (In memoriam of Iman)

Satu lagi rekan kami dipanggil oleh-Nya. Dengan cara yang tidak terduga. Dan waktu yang juga sangat mengagetkan. Rekan kami, Iman Budiman, almarhum, ahad dini hari telah berpulang karena kecelakaan mobil, tabrakan dengan truk. Blio dipanggil pada saat seharusnya sedang sangat berbahagia, karena baru saja pulang setelah selesai melanjutkan S2 nya di Singapore. Dan baru saja kembali berkumpul lagi dengan keluarga. Terbayang...

Usia memang tidak dapat diduga. Bagaimana cara kita dipanggil oleh Nya juga tidak dapat diduga. Akankah kita siap pada saat menghadapi sakaratul maut... Sementara Rasulullah yang dijaga dari kesalahan saja merasakan sakit pada saat sakaratul mautnya. Bagaimana halnya kita, yang masih sering malas menabung amal dan sering tetap sibuk berkutat dengan dosa dosa.

Dan bertambah trenyuh hati ini, melihat begitu banyak kesaksian untuk rekan kami, Iman. Begitu banyak kesaksian tentang kebaikan Iman yang mengalir ke milis dan facebook. Tentang keramahannya. Tentang ketenangannya. Tidak 'neko-neko' nya. Kecerdasannya. Begitu banyak kesaksian yang membuat aku iri.

Ya, aku iri pada Iman, karena pada saat meninggalkan dunia ini, dia dikenal sebagai orang baik oleh teman2nya. Bukan berarti aku berharap dia dianggap sebaliknya. Bukan. Bukan sama sekali. Karena aku juga termasuk salah satu yang mengakui kebaikan Iman.

Aku iri, karena aku ragu untuk diriku sendiri. Akankah disaat aku meninggal nanti, orang2 di sekitarku akan bersaksi yang sama ? Akankah mereka bersaksi tentang kebaikanku ? Atau justru mereka bersaksi tentang keusilanku ? Tentang kecriwisanku ? Tentang kebawelanku ? Tentang kegalakanku ? Kemarahanku ? Tentang sinisnya aku ?

Hiks... sedih... dan makin sedih... Belum banyak bekal yang kami siapkan untuk menghadapi Malaikat Maut. Belum banyak yang kami lakukan yang berorientasi kesana. Kami masih sibuk bermain. Kami belum memaksimalkan waktu2 kami. Padahal dengan waktu luang yang kami punya, bisa jadi menghasilkan sangat banyak amal bagi orang lain. Sementara waktu luang itu di kami, hanya menghasilkan kepuasan bermain game, kepuasan mendengar lagu, kepuasan surfing, kepuasan update informasi dari milis, web. Kepuasan yang hanya bernilai secuil dalam takaran amal2 kami. Itupun bila ada nilainya. Hiks... kami takut bila sebagian besar dari waktu2 kami tidak ada nilainya di sisi-Mu. Atau bahkan minus...

Ya Allah... jagalah kami. Bantulah kami untuk memanfaatkan waktu2 kami untuk selalu mendekati-Mu. Bantulah kami untuk menyiapkan diri agar kapan pun Engkau memanggil, kami telah siap. Ya Allah, bantulah kami melewati sirath-Mu. Bantulah kami agar mudah bagi kami untuk melewati masa2 sepi di alam kubur. Lapangkanlah kuburan kami. Bantulah kami agar dapat berkumpul dengan suami dan anak2 kami di Surga-Mu.

Ya Allah.. lapangkanlah tempat bagi rekan kami Iman selama menunggu hisab-Mu di yaumul akhir. Satukanlah kembali keluarga mereka di surga-Mu. Berikanlah kekuatan, kesabaran, keteguhan, dan keuletan pada keluarganya yang ditinggalkan. Jadikanlah anak2nya menjadi anak2 yang soleh dan solehah, yang doanya terus mengalir sehingga menjadi amal yang tidak terputus bagi Iman dan istrinya. Ya Allah, kabulkanlah doa2 kami ini. Amien.