Monday, November 30, 2009

Milestone Menjelang 35

Menjelang usia yg ke-35, Allah SWT berkehendak ngasih milestone kehidupan lagi buatku. Disamping mungkin teguran dari Allah, cause selama ini aku terlalu menyombongkan diri dan berbangga, dengan status sebagai ibu rumah tangga, karyawan, dan bisnis yang nempel di aku. Karena dengan adanya banyak status, aku jadi dengan bangganya menyombongkan bahwa kalo ada masalah di satu sisi, aku bisa concern ke sisi yang lain, sehingga gak nguplek di masalah itu terus. Dan ternyata kali ini Allah memberiku ujian disitu...

Berawal dari urusan kantor yang mulai belibet. Mulai rumit, dan gak jelas kapan bakal tersolusi. Sementara, nothing I can do. Eh, ya ada denk... tapi maksudnya, aku bukan termasuk bagian dari mereka yang menentukan solusinya.

Trus pas urusan kantor masih runyam, disambung dengan urusan anak2 yang gak tahu gimana padha rewel, padha usil, jadi padha sering bertengkar. Ditambah dengan mbak di rumah yang jadi pengen pulang karena suaminya sakit gak ada yang ngurus. Plus urusan orang tua yang have a misscommunication sama kita.

Nah... udah mulai cukup puyeng tuch... Tapi ternyata belum semuanya. Ujian dari Allah masih berlanjut. Entah gimana, dengan alasan yg berbeda2, semua karyawan di 2 toko kita pamit, mo keluar. Satu langsung keluar di hari itu. Dan 2 lagi mo keluar ntar akhir desember.

Jadi kloplah sudah. Yang selama ini aku begitu senang dan bangga, karena apabila ada masalah di satu sisi, maka aku bisa 'lari' ke sisi yang lain. Sekarang oleh Allah -- Alhamdulillah -- dikasih masalah lengkap di semua sisi. Lengkap, gak ada yg terlewat.

So, what I'll do next ? Yach.. jujur aja.. berat... baru kali ini aku dapet masalah di semua sisi kehidupanku, di saat yang bersamaan. Langkah pertama, jelas, banyak2 berdoa... Minta tolong sama Allah. Walopun jelas, aku gak tahu samsek gimana yg terbaik dan apa yg harus kuminta. Jadi doanya ya supaya aku bisa memilih dan menetapkan langkah di jalan yang LEBIH diridhoi Allah. Itu aja. Soale kalo 'cuman' yang diridhoi Allah, lha khan banyak tingkatannya. Aku berharapnya supaya dikasih petunjuk mana yang tingkatannya lebih baik di mata Allah, dan dimudahkan untuk menapakinya.

Trus... depend on the problem. Kalo there is something I can do, ya tak lakukan sesuatu. Misalnya kayak problem di karyawan, yang akhirnya jadi ada perubahan besar2 an di system Anugrah yg selama ini jalan. Ya tak coba design system baru, disiapin tools2 nya, dibayangkan case2 nya. Tapi itu pun aku ngebatasi, gak mau terlalu ngotot. Biar level tekanannya masih di level yang bisa ditolerir banget, sehingga gak ngerembet ke anak2. Lha kalo aku ngotot, trus jadi tertekan sendiri karena ngerasa harus ini, harus itu, khawatirnya pas deket anak2, emosi dan energi udah habis. Munculnya uring2 an dech. Kesian anak2 khan...

Nha, untuk case yang aku gak bisa ikut memutuskan solusinya, ya sudah... berdoa aja... Memasrahkan solusi permasalahan pada Allah SWT, sambil berharap dikasih yang terbaik untuk aku dunia akherat. Dan berdoa supaya aku bisa ridho menerimanya. Sehingga berharapnya bisa lulus ujian dengan predikat mumtaz, summa cum laude. Gampang khan ? Jelas enggak, hehehe... Untuk bisa let it flow, aku masih harus banyak berusaha. Lha buktinya masih dapat ujian kayak gini. Kalo udah lulus, ujiannya khan ganti yang lain donk... Gak ujian let it flow lagi...

Gambar diambil dari sini

Monday, November 23, 2009

Ngeles dot com

Selama ini aku gak pernah suka sama ilmu ngeles. Aku sangat gak suka ngomong sama orang yang seneng ngeles, yang pada pinter ngeles. Capek rasanya. Dan permasalahan jadi gak ketemu2. Padahal kalo masalah gak ketemu, solusi juga jadi gak bisa dicari. Lha gimana mo dapet solusi, masalahnya aja masih belum tahu.

Karena itu, selama ini, aku selalu mengutamakan kejujuran. At all. Begitu pula ke anak2, dan ke para karyawan. Kejujuran, keterbukaan, itu yang selalu kita sampaikan ke mereka. Bahwa kalo mereka salah, bilang aja. Kalo tahu2 kita marah setelah mereka ngasih tahu, ya wajarlah, khan punya salah. Tapi dengan itu mereka terbebas dari rasa bersalah, brarti mereka sudah menjadi orang yang berani bertanggung jawab. Dan mereka juga kita dorong untuk melakukan itu, kita yakinkan bahwa kalopun kita marah, sangat tergantung sama level kesalahannya. Insya Allah gak bakalanlah, kesalahan yang kecil bikin kita jadi marah gede. At least, dosanya jadi gak akan diungkit di akherat, karena sudah solve di dunia.

Tapi beberapa pekan terakhir ini, membuat aku berpikir. Dan berdiskusi dengan beberapa orang yang tak anggap mumpuni ilmu agamanya. Supaya aku tahu dan dapat meyakini, bahwa ini benar, benar akherat. Dan insya Allah juga benar dunia. Dan untuk mengetahui rambu2 agama supaya aku gak salah mengambil jalan.

Jadi ternyata, ilmu ngeles itu memang penting dan perlu. Asal kita tahu dimana harus menempatkannya. Dan Rasulullah juga jago ngeles. Mahir taktik. Piawai permainan kata2. Dan rasulullah SAW banyak memakainya untuk keperluan membela diri, dan strategi pada saat perang.

Di posisi aku, gak sampai kayak rasulullah sih... tapi bahwa ngeles adalah ilmu yang perlu kita pelajari, sangat aku rasakan beberapa pekan terakhir ini. Untuk menghadapi orang yang mendholimi kita, ternyata gak bisa dengan menerapkan bicara jujur apa adanya. Karena -- wallohu alam -- sepertinya memang ada orang2 yang memang berniat mendholimi. Nah, kalo dengan mereka yang berniat seperti itu kita mo menerapkan jujur apa adanya, wah... bisa makin terdholimi tuch...

Nah... makanya, 'orang baek' harus juga belajar ngeles. Harus juga punya ilmu ngeles. Harus juga pakar ngeles. Jadi kalo memang dibutuhkan ngeles, kita bisa melakukannya.

Bedanya 'orang baek' yang ngeles dengan mereka yang ngeselin karena ngeles, maybe... kalo orang baek itu tahu bagaimana seharusnya menempatkan diri. Jadi pada saat dibutuhkan jujur, ya jurus jujur apa adanya yang dikeluarkan. Tapi kalo pas ketemu orang yang memang niat gak baik, dia bisa ngeles dengan sukses, tanpa harus berbohong.

Sedangkan kalo orang yang ngeselin karena ngeles, bisa jadi ngeles itu sudah nempel jadi karakternya, kebiasaan. Sehingga kalo dia gak suka, otomatis aja keluar ilmu ngeles. Padahal seharusnya, bukan suka gak suka nya kita yang dipake buat nentukan harus ngeles atau nggak. Tapi efek yang ditimbulkan.

Jadi, belajar ngeles yuk... mari....

Gambar diambil dari sini

Tuesday, November 3, 2009

Test Produk

Sebelum dijual ke konsumen, biasanya semua brand yang ada di Anugrah kita test dulu. Test sederhana sih, dan gak pake teori.

Test pertama, biasanya untuk produk dan brand baju anak2 kita cobakan dulu ke anak2 ku. Gimana komen mereka. Kadang ada yang gak lolos karena panas, gak nyerap keringat. Ada juga yang modelnya mereka ngerasa gak sreg. Nah, kalo udah gitu, aku gak brani ambil produk itu buat dijual di toko. Lha kalo aku sendiri gak yakin dengan kelebihan produk, gimana mo ngeyakinin customer buat beli, ya khan...

Ada juga brand yang udah lolos tes untuk produk anaknya. Terus brand itu ngeluarin produk baru untuk dewasa. Nah, kita coba lagi aja yang dewasanya. Gimana nih. Kali ini, kelinci percobaannya terpaksa aku sendiri. Lha gimana, mosok dicobain ke anak2, jelas mereka gak mau khan... Untuk tes di aku, selain enak dipakai, nyaman, gak gerah, model, warna, dan satu lagi : harga. Karena harga ini juga menentukan. Kalo produk bagus, tapi ternyata harganya terlalu mahal untuk produk di level yang sama, ya bakal susah bersaing khan... Kebalikannya, produk mungkin gak terlalu awet, warna cepet berubah, tapi untuk level harga yang sama, ternyata produk ini yang mutunya terbaik, ya tetep kita ambil.

Nha, itu tes tes di tahap awal sebelum dijual ke konsumen. Namun setelah kita lempar ke pasar, ternyata tetep kudu dipantau. Pantauan pertama, pas pertama kali dijual, jalan gak, ada yang laku gak. Seberapa cepat. Pantauan kedua, setelah sekian bulan, gimana progress penjualan produk itu. Tetep, meningkat, atau turun.

Kadang untuk produk yang bagus dan lumayan mahal, produk di awal2 susah keluar, yang kejual cuman dikit2 banget. Tapi begitu mereka percaya sama produk itu, gak susah lagi kita mengedukasi, otomatis mereka mau produk yang sama dan bersedia membayar harga yang lumayan mahal. Gak ribet lagi sama tawar menawar dan pilih memilih. Cause mereka udah percaya.

Ada lagi jenis kedua, yang di awal lakunya cepet banget, tapi setelah sekian bulan penjualannya menurun. Ini bisa jadi karena konsumen gak puas dengan produk yang dibeli. Jadi pas di awal terjual cepat, mungkin karena konsumen tertarik dengan harga yang murah, model yang bagus, warna, dll. Tetapi setelah produk dipakai, karena banyak hal, ternyata banyak konsumen yang kecewa. Akibatnya jadi gak ada pembelian ulang. Produk jenis ini, Alhamdulillah, sejauh ini gak ada di Anugrah. Kalopun ada, sebaiknya segera ditarik dari peredaran, daripada mengganggu stock di toko.

Jenis ketiga, yang lolos test di kita, tapi ternyata respon pasar gak sama dengan respon kita. Dari awal penjualannya seret. Sampai beberapa bulan tetep seret. Untuk produk kayak gini, ya terpaksa, gimana lagi. Hanya ada satu action : tarik, jual obral. Daripada kelihatan banyak di toko, tapi ternyata banyaknya itu penuh dengan produk yang gak muter...