Friday, May 6, 2011

Memilih...

Mencoba menghitung usia produktif...

Kupikir, untuk piawai dan menguasai hal2 yang detil, dan mengikuti perkembangan teknologi sembari tetap trampil di level detil, ada limit usianya. Ada batas umur untuk bisa mahir dengan kerumitan. Lewat treshold-nya, kemampuan untuk rinci dan teliti mulai meniti grafik menurun.

Sementara, kemampuan manajerial, practice makes perfect. Semakin bertambah usia, gak ngaruh, malah makin mumpuni, sejauh practice -- dilatih, dan tetep berlatih.

Dan bersyukurlah aku, karena kemampuan manajerial kami dilatih di ourselves bisnis. As Owner, kami bebas menentukan arah bisnis. Kami bebas menentukan pedoman untuk bisnis kami. Dan Alhamdulillah, kami telah sepakat untuk menjalankan Anugrah sesuai tuntunan yang benar, sesuai yang kami tahu tentang perintah Allah SWT dan larangannya, dan sesuai contoh yang diberikan Rasululloh SAW.

Melihat sekitar, mencermati lingkungan, mengamati teman2, sepertinya langkah kami mulai jelas terpetakan. Saatnya untuk mulai meminta pertimbangan Allah dengan istikharah kepada-Nya, untuk menentukan takdir Allah yang manakah yang kami pilih. Apakah berpindah dari satu takdir ke yang lainnya, atau tetap dengan takdir yang telah dijalani, atau bahkan ke takdir lainnya lagi.

Hanya berharap bisa membaca hikmah yang diberikan melalui kejadian2 yang Allah SWT desain. Hanya berharap bisa belajar dan mengambil apa yang Allah ajarkan. Sembari berharap bisa ridho sama apapun ketentuan Allah SWT yang ditetapkan-Nya atas kami, dan Allah ridho pada apa yang kami lakukan. Sehingga kita bisa masuk surga (firdaus) dengan ridho-Nya. Amien...

Monday, May 2, 2011

Oportunis

Hari ini speechless... Uff...

Berinteraksi dengan beragam orang, beragam tipe perilaku, beragam kemauan dan keinginan, dan beragam target dan cara yang dipilih untuk mencapainya. Membuat aku berpikir... dan belajar banyak...

Sebagai 'mantan' pleghmatis asli, aku tidak terbiasa untuk mengambil kesempatan. Tidak terbiasa untuk oportunis, memanfaatkan kesempatan sejauh masih dalam norma yang benar. Sebagai seorang pleghmatis, (tadinya) lebih sering menerima saja keputusan yang diambil orang lain.

Bergaul dengan banyak orang dengan beragam tipe, membuatku berpikir ulang dan belajar banyak hal...

Puncaknya pas ada pertanyaan di kuiz : apabila dari tempat kita berdiri, terlihat ada 3 pintu. Ketiganya terbuka lebar. Di luar ketiga pintu itu, terlihat pemandangan yang indah dan sangat alami, dengan air terjun, bunga2 yang mekar, kupu2, burung2 beterbangan, dll. Di persimpangan menuju pintu2 tsb, ada kunci tergeletak. Apakah Anda akan mengambilnya ?

Dengan berbagai pertimbangan... aku memilih : tidak. Karena toh pintunya terbuka, aku belum perlu kunci tsb. Siapa tahu nanti ada yang lebih perlu. Dan kalopun nanti ada pintu tertutup, khan aku bisa balik lagi buat ngambil.

Sayangnya, seorang opoprtunis akan memilih : ambil. Dengan alasan gak ada salahnya diambil, siapa tahu ntar pintunya nutup dan ngunci. Lagian, gak ada yang dirugikan kalo kita ngambil. Kalopun ntar ada yang butuh, khan bisa minta ke kita.

You see ? Terlihat yaks, perbedaannya...
Jadi sejak aku menyadarinya, mulailah aku mengamati, dan belajar untuk meningkatkan level oportunisku, agar nggak pleghmatis2 banget. Dan pembelajaranku juga diimbaskan ke lingkungan terbatas, hanya mereka yang tak pikir perlu dan mau berubah.

Include di oportunis... adalah mengemas dengan indah. Selama ini, hal yang bagus, yang besar, gak bisa tak gambarkan dalam kata2, sehingga orang lain menganggap biasa2 saja. Sementara di tangan orang oportunis (sanguinis ?), hal yang biasa bisa menjadi begitu bagus, begitu besar, begitu spektakuler. Really...

Ini juga masih belajar, masih mengamati. Masih menjadi pengamat dan pemerhati kata2 pada saat para oportunis bicara. Bagaimana caranya mereka menjawab dan merangkai kata, sehingga orang lain merasa itu hal yang hebat.

Dan satu lagi, belajar untuk menghargai diri sendiri. Karena para pleghmatis, biasane gak menghargai hasil karya sendiri, karena selalu saja masih ada kekurangannya. Padahal di tangan oportunis, dengan karya yang sama dan kekurangan yang (malah) jauh lebih banyak, bisa berbangga dan menyampaikan ke orang lain kehebatannya, sembari mengolah kata supaya (bahkan) kekurangannya jadi terlihat kelebihan juga.

Uff... hebat yaks orang oportunis...
Iyah hebat... dengan satu catatan... oportunis gak papa, bahkan perlu, cuman tetep di koridor yang bener, sejauh gak mendholimi orang lain...

Jadi, belajar oportunis yook, mariii....