Monday, May 19, 2008

Telling Story Of Success

Ini kiriman artikel dari suami yang gak mau bikin blog sendiri, tapi suka nebeng posting :-)

* * * * *

Cerita tentang kesuksesan sangat indah untuk didengar. Buktinya buku-buku tentang otobiografi orang yang sukses laku keras di pasaran. Memang sudah tabiat manusia untuk berusaha mencapai kehidupan sukses yang berujung kepada kebahagiaan hakiki. Oleh karena itu, berita tentang kesuksesan senantiasa ingin didengar dan diharapkan perwujudannya.
Dalam surat Adhuha ayat ke 11 disebutkan, “Wa amma bini’mati Rabbika fa haddist“. Artinya kurang lebih adalah, “Dan terhadap nikmat TuhanMu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur)“.

Tafsir ayat ini yang diambil dari Assalam tafsir adalah sbb : “Dalam ayat ini Allah menegaskan lagi kepada Nabi-Nya agar ia memperbanyak pemberiannya kepada orang-orang fakir dan miskin serta mensyukuri dan menyebut-nyebut nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepadanya. Menyebut-nyebut nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada kita bukanlah untuk membangga-banggakan diri, tetapi untuk mensyukuri dan mengharapkan orang lain mensyukuri pula nikmat yang telah diperolehnya“.

Tentunya dalam konteks ini, diharapkan bila mendengar cerita tentang kenikmatan / kesuksesan seseorang semakin bertambah rasa syukur dan turut bahagia terhadap kesuksesannya sebagaimana maksud ayat di atas. Akan tetapi, kadang-kadang jalan cerita berbeda dari harapan.

Dari Pengalaman pribadi ketika memulai bisnis, yang di lakukan pertama kali adalah menggali informasi dari teman-teman yang sudah sukses berbisnis. Namun kadang informasi yang diberikan kurang seimbang (balance). Misalnya hanya cerita kesuksesannya saja yang diberitakan, tetapi cara menuju suksesnya terlewati.

Bahkan ada yang kurang fair dengan menceritakan bahwa dirinya sudah berhasil, hanya untuk menutupi bahwa yang sebenarnya terjadi adalah sebaliknya. Kondisi ini mengandung dua mudharat : untuk yang bercerita menjadi jatuh ke sikap membangga-banggakan diri (ujub), dan untuk pendengar akan mendapatkan informasi yang salah tentang bisnis.

Bahwa bisnis adalah solusi bagi pencerahan hidupnya, tanpa ada perjuangan dan tidak ada cerita sedih di baliknya. Pandangan seperti ini akan menjadi bumerang bagi seorang pemula. Bukan tidak mungkin dengan doktrin seperti itu, seorang pemula ketika gagal dalam memulai bisnis maka akan sangat kecewa dan selamanya tidak akan pernah mau mencoba lagi.

Ada pengalaman kami yang mungkin banyak yang mengalaminya juga. Ada rekan yang baru belajar berbisnis menceritakan bahwa beliau telah sukses 100 % dengan pengelolaan bisnisnya. Bahwa omset / penghasilan bisnis sudah melampaui target. Dan tidak lupa cerita secara berapi-api tentang penguasaan bidang bisnisnya, bahkan mengajak pendengar di sekelilingnya untuk berbisnis dengan gaya dan caranya.

Kami bukannya ingin menggugat keberhasilannya dalam berbisnis. Bahkan kami turut berbahagia jika keadaannya memang betul seperti apa yang diceritakan. Tapi menurut apa yang pernah kami dengar, kesuksesan sebagian dari mereka ternyata hanya sesaat.

Tulisan ini juga tidak untuk menggugat para penggiat personal improvement, dengan anjurannya supaya kita senantiasa optimis dan pantang menyerah. Senantiasa memandang positif terhadap apa yang sedang kita perjuangkan. Namun perlu dicermati agar informasi / cerita yang disampaikan ke orang lain jujur dan seimbang.

Tentunya dengan maksud agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Tujuan akhirnya adalah supaya semua orang senang untuk berusaha / berbisnis dan menjadi kaum “Tangan di Atas (TDA)”, sebagaimana di contohkan oleh banyak para sahabat konglomerat Rasulullah SAW seperti Abu bakar, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf , dll.

Mengukur kesukseskan dengan Baju sendiri

Sering kita terjebak dengan ukuran sukses yang kita definisikan sendiri. Padahal sangat berbahaya kalau yang merencanakan dan mengukur keberhasilan adalah orang yang sama. Dalam bisnis pribadi hal tersebut masih sering dilakukan. Efeknya, cerita hasil bisnisnya selalu tokcer nomor satu karena punya omset yang luar biasa. Sementara faktor biaya, cash flow, aspek pelayanan, lingkungan eksternal, ketahanan bisnis ke depan, dll sering terlupakan. Pernah dengar bahwa ada usaha dengan omset tinggi, pelanggan yang banyak, tapi baru setahun sudah tutup ? Mudah-mudahan bisnis kita tetap lancar, dan tidak termasuk golongan ini. Amin...

Nah, kalau sudah sukses, ketika sharing pengalaman jangan lalu menggunakan baju kita untuk dipakaikan ke orang lain. Karena pasti ukurannya, kapasitasnya, dan rezekinya, juga beda. Kalau perlu pake adaptor biar nyambung. Juga jangan sampai kita berbangga-bangga dengan maksud meninggikan derajat sendiri di hadapan orang lain. Walaupun hal seperti ini sudah menjadi budaya universal yang menjangkiti setiap insan di dunia. Bukan hanya di dalam bisnis tapi juga di setiap sisi kehidupan. Bahkan Alloh dan Rasulnya telah mengingatkan umatnya supaya menghilangkan sikap kesombongan. Seperti disebutkan dalam surat Luqman ayat 18 yang terjemahannya “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

Jujur

Kejujuran adalah pilar utama dalam kehidupan. Di dalamnya ada kehormatan dan kemuliaan diri. Ketika kita berbagi dengan orang lain, hendaknya diiringi juga dengan kejujuran sehingga informasi yang disampaikan seimbang. Dengan demikian informasi tidak menjadi bias bagi pendengarnya, dan berguna sebagai referensi pedoman tindakannya.

Sampaikanlah informasi yang terang, bahwa bisnis mempunyai segudang potensi keberhasilan dengan syarat ada perjuangan, pengorbanan, dan usaha nyata. Memang perlu kenekatan untuk memulai, dan perhitungan cermat. Akan tetapi, kalau perhitungan itu malah menghalangi kita untuk berbisnis, maka buang saja teorinya. Seperti kalau akan bermain Niagara-gara di DUFAN, tidak pernah dibahas bahwa secara teori mainan itu bisa membahayakan jantung. Yang kita tahu adalah “coba dan nikmati“. Walaupun dengan resiko masuk angin dan bajunya basah kuyup.

Ini juga autokritik buat kami sendiri, kadang-kadang kalau cerita tentang Anugrah serasa tidak pernah rugi, hehehe.. Padahal kenyataannya, sudah berapa banyak waktu yang harus disediakan. Sudah berapa kali kecurian. Belum SDMnya yang gonta-ganti (waduh...pusying deh...). Ditambah lagi target dan job di kantor TDB.

Walah, banyak kali ya hambatannya ya... Itu kalau dilihat dari sisi hambatannya. Dari sisi senengnya, ya bisa dibaca di postingan yang lain lah... :-)