Tuesday, December 27, 2011

My Hope for Our Parents...

Melihat dan menyikapi kondisi sekitar... Dan mengolah informasi yang masuk dari para ustadz dan ustadzah...

Ada begitu banyak usia produktif yang merasa dilema. Di satu pihak, sedang masa produktif, sedang saatnya untuk memaksimalkan semua potensi dan sumber daya. Di kantor sedang sibuk2 nya, anak2 masih kecil2, keuangan yang belum begitu mapan, rumah yang masih nyicil, urusan nyari sekolah, dan semua tetek bengek yang cukup menguras tenaga, emosi, dan ekonomi.

Sementara di sisi lain, ortu sangat membutuhkan perhatian. Apalagi ortu sudah pensiun, sudah gak ada aktifitas rutin, namun secara fisik masih segar bugar. Ortu masih bisa mengerjakan banyak hal, namun 'dipaksa' gak ada yang dikerjakan. Biasa memikirkan dan ngurusin banyak hal, namun 'dipaksa' untuk tidak ada yang perlu dipikirkan dan anteng2 aja di rumah. Walhasil, justru usaha untuk 'tidak ngapa2-in' dan 'tidak memikirkan' ini yang bikin tambah ruwet. Padahal tidak dipungkiri, in deep, semua orang pasti mengakui jasa kedua orang tua dan pengen berbakti pada kedua orang tua.

So, berangkat dari 'dilema' itu, dan diskusi sama suami, kita berharap suatu saat nanti... sebelum kita benar2 tua, pengen bikin pesantren untuk para orang tua. Di pesantren orang tua ini, para orang tua akan diajak untuk tetap berkarya sesuai keinginan mereka, sesuai kemampuan  mereka, sesuai hobby mereka. Dengan demikian kita berharap para orang tua merasa dibutuhkan, merasa masih punya kemampuan, merasa masih bisa mandiri, masih bisa mendapatkan penghasilan, dan tidak perlu merasa menjadi 'parasit' bagi anak2 nya (meskipun gak ada anaknya yg ngerasa gitu). Dan yang paling penting, orang tua punya kesibukan yang memang mereka senangi, dan bukan karena terpaksa mereka lakukan.

Dalam pikiranku, di pesantren itu nantinya juga akan ada anak2 yatim piatu atau dhuafa, yang menghidupkan pesantren. Di sana mereka bahu membahu dengan para orang tua, sehingga anak2 yang mungkin tadinya kurang perhatian, akan mendapatkan perhatian yang cukup dari para orang tua yang energi untuk memperhatikannya sedang berlebih, sementara anak2-nya sebagian besar sudah mapan. Sehingga klop, saling melengkapi.

Para orang tua yang senang berkebun akan menanam sesuai keinginan mereka. Atau bisa juga menjadi 'mandor' tanam untuk anak2 santri. Dan santri yang rutin merawat tanaman2 itu. Sehingga para orang tua tetap merasa mempunyai andil apabila tanamannya menghasilkan...

Para orang tua yang hobby merajut akan memulai rajutannya, atau mengajari santriwati merajut, dan santri yang akan menyelesaikan rajutannya. Dan hasil rajutan bisa dijual di event2 tertentu... Bayangkan, betapa senengnya para orang tua kalau melihat ternyata di usia yang sudah lumayan, masih bisa melihat hasil karyanya terpampang dan dijual dengan harga lumayan...

Sementara malam hari dipenuhi dengan dengung hafalan Quran dari para santri, dengan diawasi para orang tua. Para orang tua gak harus hafal al quran untuk mengawasi dan mengecek hafalan santri, tetapi bisa dengan membuka al quran. Dengan demikian, pahala dan amal ibadah para orang tua juga mengalir, bahkan menjadi amal jariyah yang terus mengalir apabila santri selalu mengamalkan hafalannya.

Dan kapan impian ini terwujud ? Akankah terwujud ? Wallohu alam bisshowab... kami hanya menjalani apa yang Allah kehendaki. Apabila Allah ngasih kami rizqi, tenaga, waktu, dll sehingga mengarah kesana, insya Allah akan terwujud... Dan mereka yang berusia produktif tidak perlu merasa dilema lagi, karena orang tuanya sudah merasa berada di tempat yang tepat...

Gambar diambil dari sini dan sini.

Monday, December 5, 2011

Tawakkal...


Jika semua yang kita inginkan harus kita miliki, darimana kita belajar keikhlasan ?

Jika semua yang kita mau harus terpenuhi, darimana kita belajar kesabaran ?

Jika doa kita langsung dikabulkan, darimana kita belajar untuk memaksimalkan kemampuan yang diberikan kepada kita ?

Jika kehidupan kita selalu bahagia, darimana kita dapat mengenal Allah SWT lebih dekat ?

Tetap yakin bahwa segala ketentuan-Nya adalah yang terbaik untuk kita.
Dialah Allah, yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang terhadap hamba-Nya.

== disalin dari sms motivasi seorang sahabat... Tengkyu yaks...

Gambar diambil dari sini.

Wednesday, November 23, 2011

Pengen Mesin Produksi...

Kali ini pengen sharing tentang produksi. As U know, Anugrah sudah produksi beberapa bulan menjelang lebaran 2011. Ribetnya sebenernya sudah mulai jauh2 bulan sebelumnya (bukan hitungan hari lagi, jadi bukan jauh2 hari, tapi jauh2 bulan, hehehe). Mulai dari perburuan bahan, peralatan jahit, SDM, tempat makloon, dan tentu saja, perburuan mesin jahitnya.

Hmm... panjang kalo ditulis semua. So, untuk postingan kali ini, khusus tentang perburuan mesin jahit dan mesin2 lainnya untuk produksi.

Hasil nanya kesana dan kesini, juga ke para produsen yang ujungnya biasanya bilang daripada repot mending makloon aja ke mereka, akhirnya berhasil juga kita mengumpulkan informasi secuil demi secuil. Berhubung kita minatnya ke produksi bahan kaos, jadi ya info yang kita cari mengarah kesana. Info penting pertama buat kita adalah, bahwa untuk produksi bahan kaos, mesin minimal yang dimiliki adalah : overdeck, obras, sama mesin jahit.

Next, dimana beli mesin2 itu ? Paling gak lumayan lah, sekarang pertanyaan yang kita ajukan bisa lebih menjurus. Mulai lagi nanya2, plus googling. Hasilnya, toko mesin jahit yang direferensikan ada 3 :

1. http://www.sinartokotiga.com
Kalo kita googling tentang mesin jahit dan mesin2 produksi, hampir dipastikan web toko ini bakal muncul di page pertama. Dan aku juga nemukan blog mereka yang pernah beli disitu dan puas dengan mesin dan harganya. Jadi toko ini layak buat masuk ke daftar referensi. Contact yang bisa dihubungi : sms call 021-97807599 / dewi atau telpon ke 021-6914408.

2. Cipulir Service Jaya
Toko ini ada di Cipulir, no telp nya 021 7266588. Hasil googling juga bilang toko ini murah dan mesin yang direferensikan bagus.

3. Elis
Lokasi toko di tanah abang, belakang blok A. Notel 021 3919909, 021 3150511, 021 31936570. Toko ini satu2 nya yang kita survey liat lokasi, sementara yang lain surveynya hanya googling dan by phone. Toko ini juga satu2 nya yang didapat bukan dari hasil googling, tapi dari salah satu vendor kami yang ramah dan baik hati, yang sudah lama menjadi pelanggan disana.

Dan untuk diketahui saja, pada saat kesana, kita kagetnya bukan main. Bentuknya sama sekali gak seperti toko mesin jahit. Tapi lebih mirip tempat rongsokan mesin jahit :-(. Cuman karena hasil survey harga via phone dia paling murah, dan karena percaya sama rujukan supplier ku tadi, jadinya kita nyoba juga ngeliat kesana.

Toko ini, yang depan memang tempat service mesin jahit, dan penampakannya seperti yang tak sebut tadi, jauh lebih mirip tempat rongsokan mesin jahit. Trus katanya, toko Elis yang jual mesin baru ada di belakangnya. Walhasil, kita ke belakangnya, melewati gang sempit yang juga 'cukup parah'. Dan sampailah kita ke ... waduh... apa ya namanya... yang jelas bentuknya lebih parah sedikit dari yang depan :-)

Belum pelayanannya... kalo pemiliknya ramah, tapi kasirnya itu, aduh... parah dech :-( Tapi dari hasil ngobrol sama pemilik, plus ngobrol sama teknisi kepercayaannya, baru kita tahu, ternyata Elis memang (sepertinya) importirnya mesin. Jadi dia distributornya mesin jahit. Pembelinya itu para toko mesin jahit. Mangkanya, pas ditanya detil, kayaknya ogah banget (kecuali pemilik dan teknisinya yang dengan ramah ngasih tahu).

Berhubung kita udah 'kadung' sampai sana, dan hasil survey harga by phone dia paling murah, dan referensi dari my fren yang validitasnya sangat kita percaya, meski agak aneh nemuin toko yang sangat gak mirip sama toko ini, tapi jadi juga kita beli disana.

So.. untuk yang sedang berburu mesin... 3 toko tadi lumayan lah buat jadi referensi harga...

Monday, October 3, 2011

Berkebun Emas, Siapa Takut...

Jangan salah persepsi. Judul postingan di atas, bukan dibaca dengan nada kalimat retoris yang gak butuh jawaban. Tapi coba baca dengan nada seorang guru yang lagi nanya di depan kelas. Atau kalau kalimat EYD nya bakal berbunyi gini : Siapa yang takut berkebun emas ? Nah, kalo itu ditanyakan di depanku, sepertinya aku bakal termasuk yang ngangkat tangan duluan.

Kenapa ?

Hmm... bentar... kita samakan persepsi dulu. Udah tahu yang namanya berkebun emas khan ? Means beli emas, trus di gadaikan. Trus uangnya, bisa buat beli emas lagi. Bisa juga buat usaha. Bisa beli properti. Dst nya.

Nah, kalo persepsi tentang apa itu berkebun emas udah sama, baru kita bisa mulai ngomong kenapanya. Alasan pertama, karena biaya gadai itu super gede. Bayangkan, 1,25% per 10 hari (based on informasi yang didapat dari googling dan nelpon ke B** Syariah). Kalo biaya administrasi bisa diabaikan lah, gak gitu gede dan cuman dibayar sekali di depan. Tapi biaya nitip atau biaya gadai ini, ampuuun... Kalo misalnya kita gadai 25 gr, trus dapat (pinjaman) hasil gadai nya Rp 11.500.000,-. Maka per 4 bulan (120 hari) biaya gadai yang kudu kita bayar sebesar Rp 1.720.500,- (1.25% x 12 x 11.500.000). Ini biaya pertama yang kudu ditutup.

Biaya kedua, adalah selisih yang muncul dari harga jual dan beli. Based on ANTAM, untuk yang keping 25 gr, harga beli nya ANTAM turun sekitar 8% dari harga belinya. Jadi di ANTAM, versi hari ini, kalo kita beli yang 25 gr, harganya Rp 12.837.000 (means per gr Rp 513.480), sedangkan kalo kita jual kesana, harga per gr nya jadi Rp 475.000 (means 25 gr = Rp 11.875.000). Itungan kasarnya berkurang sekitar 8% tadi itu. Ini bisa diperkecil dengan 'diakali' sih, misalnya dijual ke temen pake harga tengah. Atau pas beli nyari dari toko2 emas yang lebih murah dari ANTAM. Cuman saat ini, sepertinya sudah gak ada yang jual emas batangan lebih murah dari ANTAM. Jadi anggaplah biaya penurunan karena dijual lagi ini sebesar 5% aja. Kalau dengan harga yang hari ini, maka 5% dari Rp 12.837.000 menjadi Rp 641.850.

Untuk impas dalam 4 bulan, harga emas harus naik sebesar Rp 1.720.500,-(biaya gadai) + Rp 641.850 (selisih harga jual beli) = Rp 2.362.350,- untuk keping yang 25 gr. Atau kenaikan sebesar 19%. Itu baru impas. Kalo mau dapat keuntungan, ya berarti kenaikan emas dalam 4 bulan harus lebih dari 19%. Dan kenaikan ini, kalo mau ditunggu sampai harga naik 20% misalnya, bisa saja. Namun jangan lupa, setiap jumlah hari yang mundur, berarti perhitungan biaya gadai yang baru. Atau dengan kata lain, biaya gadai juga bertambah.

So.... dengan alasan2 itu, maka menurut saya, berkebun emas itu bisa menguntungkan kalo :
1. Beli pada saat harga benar2 turun, dan jual pada saat harga sedang naik. Sehingga dalam 4 bulan at least kenaikan emas bisa >19%.
2. Untuk mengetahui saat yang tepat, maka harus bener2 menjadi pengamat harga emas, time to time.

Dan buat aku, alasan yang kedua ini bener2 susah buat dijalankan. So many time dan effort yang musti dialokasikan kesana. Kudu bener2 melototin grafik harga emas. Kapan dia lembah dan kapan muncul gunung. Trus begitu keliatan lembah atau gunung, kudu ngitung2 lagi jual atau beli nggak. Trus berapa nya. Aduuhh... nggak bangetlah, kalo buat aku.

Dan satu lagi, kalo ada yang masih berminat untuk berkebun emas, coba dech googling. Di internet aku nemukan begitu banyak kisah gagal. Kebunnya pada terserang berbagai macam hama. But tetep, bukan berarti gak mungkin lho ya. Mungkin sih... tapi ya itu tadi, dengan syarat.

NB. Semua perhitungan dilakukan bukan oleh team ahli, tapi cuman sama pemula yang ingin sharing dan berharap barangkali bisa berguna untuk yang lain. Harga emas yang ditulis based on harga pagi ini, 3 Oktober 2011 di ANTAM.
 
== edited 10 Okt 2011 ==
Berhubung banyak yang nanya kesimpulannya apa, jd terpaksa di-edit dech.Rupanya dari postingannya blum jelas yaks ?
Jadi gini, buat aku, setelah nelusuri dengan metoda yang dikarang sendiri dan semoga benar, aku gak brani buat berkebun emas karena :
1. Biaya gadai itu super gede
2. Buat mantau harga emas dan pergerakannya bakal bener2 ngabisin effort dan sumber daya
3. Hasil googling di internet ternyata memang banyak juga yang kebun emasnya pada terserang hama.
4. Pernah sih, pas butuh uang, trus harga emas lagi turun. Jadi saat itu tertarik banget buat gadai emas (baca : http://anugerahfashion.blogspot.com/2009/02/gold-again.html). Dan hasilnya... yach, seperti postingan di atas... tekor abis :-(

Kirain ada yang berubah, karena aku nyoba gadai emas itu pas awal2 muncul berkebun emas, th 2009. Tapi pas ditelusurin, ternyata masih tetep, emang institusi nya beda, tapi biayanya kurang lebih, tetep gede.

Jadi begitu... semoga editan kali ini cukup memberikan summary dan gambaran...


Friday, September 16, 2011

See Our New Brand : Anugrah Esa

Ada beberapa pertimbangan mengapa kita pengen mengganti nama 'Anugrah' yang sudah lama dipakai dan sampai saat ini lengket di persepsi pelanggan kami. Pertama, alasan remeh tapi penting, karena web Anugrah.com sudah dipesan sama seseorang di belahan barat sana, dan lebih parahnya, gak dipake sama sekali. Web nya under construction. Cuman karena ownernya bule, udah kebayang aja kalo tak beli harganya bakal pake dollar. Uff... Sementara pas dicek, ternyata dia bookingnya sudah untuk 5 th, sampai 2015. Hix hix... Mosok kudu nunggu 5 th...

Alasan kedua, karena nama Anugrah terlalu generik. Bayangin aja, bengkel Anugrah ada, resto ada, percetakan ada, sampai tambal ban juga ada. Kayaknya gak mungkinlah kalo mo di patenkan. Jadi kalo memang berniat mo dipatenkan, terpaksa kudu nyari yang gak umum2 banget.

Setelah sekian pilihan nama yang dikumpulkan, suara terbanyak jatuh pada : NIQMA. Dari kata nikmat. Dan nikmat ini asal katanya gak jauh dari Anugrah. Makna yang dikandung sama : bahwa bisnis kami ini adalah Anugrah / Nikmat dari Allah SWT semata.

Trus mulai dech desain logo. Supaya logonya pas, kita cek dulu kata Niqma ini di kamus bahasa arab, sebenarnya spellingnya gimana. Hadduh... ternyata, kata nikmat itu spellingnya dalam bhs Arab : Ni'mat. Dengan koma di atas ('ain), dan bukan Q (qaf). Dan lebih parahnya lagi, setelah sekian kali ngecek ke berbagai kamus, akhirnya ketemu juga di salah satu kamus, kalo niqma dengan Q itu berarti bencana, musibah. Naudzubillahi min dzalik....

Langsung dech cut off, brand itu dicoret dari daftar. Trus jadinya pake apa donk? Hmm... mulai lagi dech search dari awal. Tapi sungguh, aku sudah sangat sreg dengan Anugrah. Dulu, pas memilih Anugrah sebagai brand kami, aku inget banget, sudah mengolah berbagai kata, search, googling, mengerahkan seluruh kreativitas. Gak sekedar karena nama suamiku Nugroho, tapi lebih karena makna yang dikandung kata Anugrah itu sendiri. Means bahwa kita gak menafikan bahwa bisnis ini pemberian Allah SWT. Tanpa kuasa-Nya, gak bakal kita bisa 'tahu-tahu' punya bisnis kayak sekarang. Really. Sekian tahun yang lalu, punya bisnis adalah suatu hal yang sama sekali gak terbayangkan. Dan ternyata its happened... hanya karena kasih sayang Allah lah its happened.

Dan tahu2, ting... muncullah gambar lampu. Alhamdulillah, Allah berkenan memberi ide untuk yang kesekian kalinya. Muncullah nama brand baru kami : Anugrah Esa. Means Anugrah dari yang Maha Esa. Logo sudah selesai di desain. Web baru, dengan tema baru, dan tampilan yang sungguh berbeda, sedang dibuat. Bahkan desain maskot juga sudah selesai.

So, nantikan tampilan baru kami dari Anugrah Esa. Segera !

Monday, August 15, 2011

Ramadhan hari ke-15

Ramadhan sudah di hari ke-15. Tilawah kita sudah di juz keberapa ?

Hari ke-15 berarti sudah di pertengahan 10 hari kedua Ramadhan yang penuh dengan maghfiroh. Di hari-hari ini Allah mengampuni dosa-dosa hamba-Nya.

Pada hari-hari ini pula, kondisi dan stamina kita mulai turun. Setelah 10 hari pertama dengan penuh semangat menghidupkan Ramadhan, hari-hari ini capek, letih, lelah mulai dirasakan. Kepayahan. Sakit. Fisik juga mulai drop.

Sebelumnya, kalo mulai ngalamin kondisi begini, maka aku ngerem aktivitas. Dengan harapan supaya bisa mencapai finish dengan 'selamat'. Cuman tausiyah terakhir yang aku dapat membuat aku berusaha 'bangkit'.

Karena, maghfiroh itu memang ditandai dengan kepayahan, keletihan, dan sakit. Hal-hal itu yang mengiringi turunnya maghfiroh dari Allah SWT. Dan bagaimana tanda kita sukses mendapat maghfiroh ? Kalo kita gak merasakan lagi sakit, payah, dan capek.

Hmm... bentar... perlu diluruskan. Jangan salah sangka. Kepayahan, capek, dan sakit tetap ada. Cuman kalo udah dapat maghfiroh, maka itu tidak dirasakan lagi. Gak dianggep lagi. Begitu...

Karena surga itu dikelilingi dengan kepayahan dan keletihan. Jadi kalo kita ngelakuin sesuatu dan happy, hmm... dunia itu... dan bukan akherat (ini kata ustadzahnya lho...). Dan kalo kita gak mau berpayah-payah lagi, gak mau berasa capek lagi, ya berarti kita udah gak mau dapat surga...

So, dengan tausiyah itu... akhirnya aku mengusahakan kembali. Yang biasanya terus ngerem supaya bisa 'maksimal' sampai akhir ramadhan, sekarang jadi tetep tak upayakan, dan berusaha mengabaikan segala jenis penyakit yang mulai menyerbu. Gak sakit parah sih, penyakit standart lah. Flu, sakit tenggorokan, dst nya.

Semoga tahun ini Ramadhan kita lebih sukses dari tahun2 sebelumnya. Amien...

Gambari diambil dari sini.

Friday, August 12, 2011

Ternyata belum cukup...

Hari ini dapat pelajaran baru lagi. Hikmah baru.
Kirain selama ini aku udah cukup ‘hebat’ dalam urusan meng-qawwam-kan suami. Namun ternyata, seperti kata para ustadzah, kalo kita merasa soleh, justru itulah tanda kita lagi gak soleh. Karena di atas langit ada langit. Karena liyabluwakum ayyukum ahsanu amala. Karena Allah melihat siapa yang lebih baik amalnya. Di antara yang amalnya baik, ada yang amalnya lebih baik. Di antara yang lebih baik, ada amal terbaik. Dan begitu seterusnya.
Makanya, buatku, penting untuk selalu berkumpul bersama orang soleh. Selalu dalam putaran mereka. Karena itu tadi, untuk berkaca diri, bahwa ternyata selalu ada yang lebih baik dari kita. Kalo derap bersama orang soleh berhenti, khawatir aja jadi ngerasa udah hebat. Padahal dibanding ‘para orang soleh’, ternyata amalku seujung kuku mereka juga gak nyampe. Uff… sedihnya…
Balik ke masalah per-qawwam-an. Akhir2 ini ada satu hal yang aku sama suami masih belum sefaham dalam metodanya. Anggaplah gini, kita lagi ada problem sama pihak lain. Kita udah sepakat, bahwa problem itu kudu diselesaikan. Cuman gimana caranya ?
Disini mulailah gak sepakat itu muncul. Aku sebagai pihak yang moderat dan vokal (hihihi… ngerasanya sih begitu….) jadi pengen menyampaikan saja, maunya kita tuh gimana. Supaya ada komunikasi gitu. Jadi clear. Kali aja mereka gak ngerti kita maunya apa. Itu dalam pikiranku. Sementara suami, lebih ke arah damai aja, toh kita udah pernah implisit menyampaikan. Jadi sekarang, usaha suami lebih ke arah pendekatan ke sang pemilik kuasa. And the rest, gimana Allah SWT ngasihnya. Begitu…
Nah, dalam pikiran normalku, khan manusia kudu usaha. Khan Allah gak akan ngubah keadaan suatu kaum sampai dia berusaha. Jadi kita kudu usaha khan. Ya gak ? Para pembaca sepakat sama aku khan ? Hehehe… (Cari dukungan J)
Sementara, tak liat suamiku juga gak begitu kuat sebenernya. Buktinya, even urusan ibadah memang nambah, tapi badan rupanya belum ikut nahan. Jadilah fisik yg gak kuat nopang. (baca : sakit).
Dan karena ngeliat suami jadi lebih gampang sakit, maka aku juga jadi tambah keukeuh aja buat ngomporin bin maksa supaya ada komunikasi, supaya ngomong getoo….
Tapi, rupanya Allah memberi jalan lain. Setelah diskusi sana sini dengan para orang soleh, aku disadarkan. Ternyata porsiku gak gitu kok. Porsi sebagai istri adalah mendukung suami. So, kalo suami milih itu, dan dia jungkir balik sampai sakit, yasudah, porsi kita tetap mendukung, mengiyakan, memberi ruang buat suami. Karena even sakit, bisa jadi sakit itu memang cara Allah untuk membersihkan kotoran2. Karena ada jenis2 kesalahan yang gak bisa dibersihkan dengan ibadah, dengan doa, dengan istighfar. Tapi dibersihkan Allah hanya dengan cara diberi sakit, kepayahan, kelelahan, didholimi, dll.
Karena hati itu cuman hanya bisa terisi satu hal. Kalo gak fujur, ya taqwa. So, kalo ada sedikit saja potensi fujur, khan hati jadi gak bersih. Makanya karena Allah sayang kita, maka dikasihlah itu bertumpuk segala macam sakit, kesusahan, kepayahan, supaya fujurnya ditekan sampai habis. Supaya tinggal taqwa yang ada. Begitu…
Jadi kita kudune gimana donk ? Ya itu tadi, porsinya sebagai pendukung. Jadi aku kudu ngasih ruang buat suami ber-kontemplasi sama sang Khalik. Kalo di curhatin, ya dengerin. Ditanya, ya dijawab. Tapi gak perlu ngeyel. Kalo suami mo konsen ngapalin Quran, ya kasih ruang (dan waktu). That’s all. Gak perlu berdiskusi tentang tema itu kecuali kalo suami ngebuka diskusi. Gak perlu berdiplomasi. Apalagi berusaha meyakinkan dengan ide2 kita J (biasane gitu sih…)
Begitu saran yang masuk ke aku. Trus aku sukses gak ngelakuin ? Dan gimana hasilnya di suami ? Kita tunggu yaks… khan dapat sarannya juga barusan… Hehehe…
Yang jelas, usaha khan tetep dijalankanlah…
Gambar diambil dari sini.

Thursday, June 16, 2011

Priority

Berapa hari yang lalu, Uthi bangun tidur dengan sikon yang gak nyaman. Hasilnya bisa ditebak, dia uring-uringan. Semua jadi keliatan salah. Untuk diketahui, Uthi ini modelnya Koleris, kinestetik. Jadi dia memang dianugerahi Allah tenaga yang kuat, prima. Jadi ujian dia memang di urusan mengendalikan diri, menahan diri.

Pagi2 jadi kudu mikir. Cause kalo nggak, bisa ribet... Khawatir kebawa2 sampai dia gede nanti.

Jadi tak panggillah dia, kita berhadapan berdua di pojok paling favorit di rumah. Trus mulai dech, "baca Al Fatihah". Trus aja tak tunggu, sampai dia baca Al Fatihah dengan benar. Selesai itu tak liat, ekspresinya udah cerah belum. Kalo masih belum, lanjut, "Baca An Naas". Teruuuusss... aja, sampai ekspresinya cerah dan bisa tersenyum ceria lagi.

Nah, case kemaren, ternyata lumayan lama. Sampai waktunya siap2 ke sekolah, ternyata ekspresinya masih mbundhet. Ujung2nya, Uthi siap ke sekolah pas jamnya udah telat.

Dia udah ribut... gak mau sekolah, ntar aku dihukum. Hmm... another problem. Tak bilang aja, gak, gak dihukum, ntar dianter umi. Sekarang umi mo sms dulu kasih tahu bu guru yaks. Dan aku sms didepan dia dan dibaca dia : Afwan bu, berhubung tadi ada diskusi sama Uthi, jadi mohon ijin dia terlambat sekolah. Mohon dimaklumi dan tidak dihukum. Jazakillah.

Uthi tampak lega setelah baca sms itu. Dan Alhamdulillah, di sekolah gurunya cuman senyum dan gak menghukum Uthi.

Tapi di jalan, aku jadi mikir, bener gak ya, keputusanku. Sampai 'ngebiarin' Uthi telat karena ngobrol sama aku. Ngrenung dibolak balik sambil jalan ke kantor... Sampailah pada keputusan, gak salah. Cause kalo sekolah terlambat, insya Allah masih bisa dikejar. Tapi kalo momen buat peningkatan kepribadian dia, gak bisa setiap waktu diperoleh. Dan kalo momen itu dicuekin, lewatlah salah satu momen emas buat nerangin ke Uthi dan membuat dia faham. Padahal dia bakal berpengaruh sampai gede nanti, insya Allah.

Setuju gak ?

Friday, May 6, 2011

Memilih...

Mencoba menghitung usia produktif...

Kupikir, untuk piawai dan menguasai hal2 yang detil, dan mengikuti perkembangan teknologi sembari tetap trampil di level detil, ada limit usianya. Ada batas umur untuk bisa mahir dengan kerumitan. Lewat treshold-nya, kemampuan untuk rinci dan teliti mulai meniti grafik menurun.

Sementara, kemampuan manajerial, practice makes perfect. Semakin bertambah usia, gak ngaruh, malah makin mumpuni, sejauh practice -- dilatih, dan tetep berlatih.

Dan bersyukurlah aku, karena kemampuan manajerial kami dilatih di ourselves bisnis. As Owner, kami bebas menentukan arah bisnis. Kami bebas menentukan pedoman untuk bisnis kami. Dan Alhamdulillah, kami telah sepakat untuk menjalankan Anugrah sesuai tuntunan yang benar, sesuai yang kami tahu tentang perintah Allah SWT dan larangannya, dan sesuai contoh yang diberikan Rasululloh SAW.

Melihat sekitar, mencermati lingkungan, mengamati teman2, sepertinya langkah kami mulai jelas terpetakan. Saatnya untuk mulai meminta pertimbangan Allah dengan istikharah kepada-Nya, untuk menentukan takdir Allah yang manakah yang kami pilih. Apakah berpindah dari satu takdir ke yang lainnya, atau tetap dengan takdir yang telah dijalani, atau bahkan ke takdir lainnya lagi.

Hanya berharap bisa membaca hikmah yang diberikan melalui kejadian2 yang Allah SWT desain. Hanya berharap bisa belajar dan mengambil apa yang Allah ajarkan. Sembari berharap bisa ridho sama apapun ketentuan Allah SWT yang ditetapkan-Nya atas kami, dan Allah ridho pada apa yang kami lakukan. Sehingga kita bisa masuk surga (firdaus) dengan ridho-Nya. Amien...

Monday, May 2, 2011

Oportunis

Hari ini speechless... Uff...

Berinteraksi dengan beragam orang, beragam tipe perilaku, beragam kemauan dan keinginan, dan beragam target dan cara yang dipilih untuk mencapainya. Membuat aku berpikir... dan belajar banyak...

Sebagai 'mantan' pleghmatis asli, aku tidak terbiasa untuk mengambil kesempatan. Tidak terbiasa untuk oportunis, memanfaatkan kesempatan sejauh masih dalam norma yang benar. Sebagai seorang pleghmatis, (tadinya) lebih sering menerima saja keputusan yang diambil orang lain.

Bergaul dengan banyak orang dengan beragam tipe, membuatku berpikir ulang dan belajar banyak hal...

Puncaknya pas ada pertanyaan di kuiz : apabila dari tempat kita berdiri, terlihat ada 3 pintu. Ketiganya terbuka lebar. Di luar ketiga pintu itu, terlihat pemandangan yang indah dan sangat alami, dengan air terjun, bunga2 yang mekar, kupu2, burung2 beterbangan, dll. Di persimpangan menuju pintu2 tsb, ada kunci tergeletak. Apakah Anda akan mengambilnya ?

Dengan berbagai pertimbangan... aku memilih : tidak. Karena toh pintunya terbuka, aku belum perlu kunci tsb. Siapa tahu nanti ada yang lebih perlu. Dan kalopun nanti ada pintu tertutup, khan aku bisa balik lagi buat ngambil.

Sayangnya, seorang opoprtunis akan memilih : ambil. Dengan alasan gak ada salahnya diambil, siapa tahu ntar pintunya nutup dan ngunci. Lagian, gak ada yang dirugikan kalo kita ngambil. Kalopun ntar ada yang butuh, khan bisa minta ke kita.

You see ? Terlihat yaks, perbedaannya...
Jadi sejak aku menyadarinya, mulailah aku mengamati, dan belajar untuk meningkatkan level oportunisku, agar nggak pleghmatis2 banget. Dan pembelajaranku juga diimbaskan ke lingkungan terbatas, hanya mereka yang tak pikir perlu dan mau berubah.

Include di oportunis... adalah mengemas dengan indah. Selama ini, hal yang bagus, yang besar, gak bisa tak gambarkan dalam kata2, sehingga orang lain menganggap biasa2 saja. Sementara di tangan orang oportunis (sanguinis ?), hal yang biasa bisa menjadi begitu bagus, begitu besar, begitu spektakuler. Really...

Ini juga masih belajar, masih mengamati. Masih menjadi pengamat dan pemerhati kata2 pada saat para oportunis bicara. Bagaimana caranya mereka menjawab dan merangkai kata, sehingga orang lain merasa itu hal yang hebat.

Dan satu lagi, belajar untuk menghargai diri sendiri. Karena para pleghmatis, biasane gak menghargai hasil karya sendiri, karena selalu saja masih ada kekurangannya. Padahal di tangan oportunis, dengan karya yang sama dan kekurangan yang (malah) jauh lebih banyak, bisa berbangga dan menyampaikan ke orang lain kehebatannya, sembari mengolah kata supaya (bahkan) kekurangannya jadi terlihat kelebihan juga.

Uff... hebat yaks orang oportunis...
Iyah hebat... dengan satu catatan... oportunis gak papa, bahkan perlu, cuman tetep di koridor yang bener, sejauh gak mendholimi orang lain...

Jadi, belajar oportunis yook, mariii....

Monday, March 14, 2011

Do Many Thing...

Suatu saat ada sahabat yang nanya, kamu kok ngerjakan segitu banyak hal, emangnya buat persiapan resign ya ?

Uff... binun aku ngejelasinnya. Sejujurnya, pengen resign sih jelas iya, lha wong khan udah jelas, kerja itu coapek banget. Capek fisik udah pasti, mengingat kerjanya di Jakarta, 8 to 5, belum termasuk perjalanan 3 jam at least, pp. Juga capek pikiran dan hati... Yach... namanya juga kerja, ada ajalah saat2 kita kudu menata hati dan pikiran, meluruskan niat... Ya khan ?

Cuman... kalo supaya bisa resign maka aku ngerjakan banyak hal... hmm.. kayaknya aku musti mikir ulang...

Coba dirunut yaks... aku dulu jualan baju pertama kali, karena ada yang minta diambilin baju dari Bandung, buat dia jual. Trus lanjut kulakan baju di Jakarta, supaya ibmer ada kerjaan, mengingat sebelumnya sibuk ngurusin anak2 ku. Trus masuk ke grosir, karena produsen menentukan kiat kudu naroh modal minimal, yang mau gak mau ya aku musti muter pikiran buat nutup lah...

And then, buka toko, karena ada mantan karyawan yang tahu2 dateng minta kerja, dan gak mungkin tak taroh buat kerja di rumah. Trus trakhir ini buka online, cause ada banyak barang kita yang 'ngetem' di rumah, sayang khan kalo gak dikaryakan... Nah, keinginan buat masuk ke produksi juga karena ada barang kita yang penjualannya bagus banget, tapi susah dapat barang.

So... kalo ngeliat semua reason itu... kayaknya gak ada hubungannya sama resign yaks...

Yang jelas, aku berasanya sih ngerjakan aja apa yang dikasih sama Allah SWT. Kalo Allah nunjukin jalan, dan kayaknya make sense buat dijalanin, ya kita jalanin aja...

Nah, kalo ternyata trus kita keliatan ngerjakan banyak hal, ya wallohu alam... kita ngerjakannya step by step kok. Setiap mo ngerjakan step yang baru, juga sambil mikir, make sense gak...

Dan kalo ntar di salah satu step itu aku resign... yach... maybe... itu cuman salah satu step... salah satu jalan yang ditunjukkan ALlah SWT itu tadi... Dan --again-- kita cuman mikir... make sense gak yaks... Kalo make sense, ya lanjuuutt....

Foto2 diambil dari tanaman yang ada di rumah setelah shubuh beberapa hari yang lalu :-)

Sunday, March 6, 2011

Beban Genetika...


Aku akui, pas Mut kecil, yang kudunya pas saat2nya dia lagi menyerap dasar2 ilmu agama, usia sekitar 2 - 5 tahun-an, aku terlewat masa emas Mut buat ngajarin dia dasar2 agama. Seperti qiraati, hafalan surat pendek, doa2, dll. Ada beberapa penyebab. Pertama, karena saat itu aku lagi ganti2 asisten dan BS, baik untuk We yang masih baby, maupun untuk Mut. So, perhatian banyak terserap ke urusan nyari yang bener dan cocok, belum sampai ke ngedidik asisten supaya bisa ngajarin Mut. Dan alasan kedua, karena setelah itu aku ketemu BS yang bagus, yang sangat mumpuni untuk urusan ke-BS-an, namun sayangnya... ilmu agamanya kurang. Sholat sih alhamdulillah 5 waktu. Cuman untuk urusan mengamalkan doa2, qiraati, belum sampai. Dan sayangnya aku baru sadar (atau untungnya aku segera sadar?) pas Mut agak gedean. Sekitar usia Tk B, tepatnya. Trus aku sama suami sepakat untuk menggenjot Mut di Qiraati dulu, baru menghafal. Supaya pas menghafal langsung yang benernya, dan bisa kita push untuk menghafal sendiri seperti kakak2nya. Nah, di sekolah, fyi, Mut satu SD sama kakak2nya. Yang nota bene Al, pas lulus peraih hafalan tertinggi di sekolah, 3 juz lebih dikit. Dan Iv, yang masih kelas 5 di SD yang sama, hafalan tertinggi kedua di levelnya, dan sekarang hampir selesai juz 28. Mut sendiri, pas masuk SD, Al Fatihah juga kadang masih belepotan. Rupanya, prestasi yang diraih kakak2nya cukup berat membebani Mut. Cause sepertinya ada beberapa guru yang mengharapkan prestasi yang sama dicapai Mut. Juga lingkungan sekitar. Mut tadinya enjoy kita push dia untuk Qiraati. Sampai akhirnya dia bhasil setor 3 halaman sehari ke gurunya, padahal rata2 temen2 nya hanya 1 halaman. Trus saatnya untuk tes masuk ke qiraati level berikutnya. Pekan pertama selesai qiraati 2, sebelum masuk ke jilid 3, Mut bilang di sekolah masih persiapan buat tes. Okelah. Pekan kedua, lho...lha kok masih persiapan juga. Masuk pekan ketiga, Mut muntah2. Tapi pas gak masuk sekolah, ternyata di rumah seger. Tetep aktif. Nafsu makan juga tetep bagus. Hmm... aku mulai curiga... Hari kesekian di pekan ketiga, tak telponlah gurunya. Ternyata, untuk masuk ke jilid 3, disyaratkan hafal Al Humazah sampai Al Ahdiyat. Oalah... pantesan... Mut memang kayak agak phobi sama urusan menghafal. Karena yaitu tadi, selain guru2nya, memang banyak lingkungan sekitar yang jadi menuntut Mut untuk bisa punya hafalan sebanyak kakaknya. Awal2 ngajak Mut menghafal Al Humazah, ampuuunnn... buat nembus penolakannya Mut susahnya bukan main. Apalagi ternyata hafalan We di TK juga udah sampai Al Humazah. Jadilah Mut nolaknya tambah2. Pas aku udah mulai sutris cause gak sukses2, mulai nongol marah2nya, aku narik diri dulu. Untungnya abinya turun tangan. Dan gak tahu gimana, abinya nemu cara buat bikin Mut mudah mengingat. Tahu gak ? Hanya dengan mengkodekan jari as ayat 1, 2, dst nya. Dan Mut baru beberapa menit sudah inget ayat2 awal dari Al Humazah. Bagianku meneruskan lebih mudah. Cause Mut jadi sudah jauh lebih pede buat menghafal. Dan pede itu modal yang sangat besar. Mengingat ayat2 di Al Humazah agak banyak, trik abinya itu trus dimodifikasi dengan menulis awal tiap ayat dan nomor ayatnya di white board, yang terus dihapus satu2, disisakan nomor ayatnya doank. Pas udah lancar, nomor ayat tinggal diganti sama tangan kita. Alhamdulillah, dengan cara itu ternyata Mut lumayan lancar menghafal Al Humazah, Al Ashr, dan At Takatsur. Tinggal 2 surat lagi menunggu untuk dihafalkan. Dan hari senin ini Mut berangkat sekolah dengan pede, sudah full senyum lagi. Smoga Mut bisa sama dengan kakak2nya, atau lebih, sesuai harapan para guru, dan lingkungan sekitarnya. Buat aku sendiri, sebenarnya kita lebih mengikuti saja perkembangan Mut. Cuman kalo ngeliat tuntutan lingkungan terhadap dia, kasihan juga kalo kita ngebiarin aja tuntutan itu bikin dia down, dan bukan jadi penyemangat. So, kita bharap bisa berperan di tengah. Yang mendorong Mut, nge push Mut, menyemangati Mut, tapi juga tetep menjaga supaya dia gak down dan sutris dengan prestasi kakak2nya.

Tidur mulu...

Barusan Mut tahu2 komen ke aku : 'umi mah nyuruh terus, tapi gak pernah kerja. Kerjanya tidur mulu'. Waks !! Lha kok bisa2 nya... Di rumah, memang aku 'sangat memanfaatkan' supporting systemku berupa para mbak. Dengan kata lain, aku banyak minta bantuan mereka. For example, pas mo ke kantor, sepatu buat ke kantor aja aku minta ambilin. Trus kalo butuh ojek juga minta telponin. Trus ambilin tas, dompet, dstnya, juga sering minta tolong (baca : nyuruh) mereka. Banyaklah memang kerjaan kecil2 yang mengkaryakan para asisten rumah tanggaku itu. Yah.... maybe (dirasa) kebangetan kali yaks... But, untuk diketahui... sampai tepat sebelum aku bener2 berangkat, anak2 itu masih nempel di aku. Contoh kecil, anakku itu, salim aja kudu sekian kali per anak. Belum masing2 juga kudu dipeluk. Plus minta gendong. Begitu yang ketiga selesai rutinitas sebelum berangkat, yang pertama udah minta diulang lagi. Dari salim, peluk, trus gendong / diangkat. Terus aja... So, untuk sedikit memperpanjang waktuku bersama mereka, jadilah yang kecil2 tadi aku (terpaksa) mengkaryakan supporting system berupa asisten rumah tangga. Kadang (atau sering yaks ?) pas lagi banyak hal yang kudu tak pikir dan tak tangani, sehingga supaya yang kecil2 gitu gak lewat dan lupa, jadi ya (terpaksa) langsung didelegasikan. For example mo nengok Al, sekalian belanja barang. Jadilah aku pesen banyak ke mbakku : siapin baju ganti We di tas, siapin minum buat di jalan, barang a, b, c masukin ke tas buat Al, siapin tikar, dstnya, dstnya. Gak ketinggalan minta siapin daftar jumlah stok. Panjang dah pokoknya. Tapi dengan list yg panjang itu, aku tetep memastikan mereka solve, dan aku tetep bisa maen sama Iv, Mut, dan We. Hasilnya, mereka jadi belajar dan bisa manage waktu dan kerjaan, dan kerjaan dan tanggung jawabku yang seabreg terselesaikan. Win win khan ? Satu alasan lagi, karena selain asisten rumah tangga, anak2 juga kudu dibiasakan untuk dimintai tolong. Buat beli sesuatu misalnya, atau ambil sesuatu. Supaya mereka mengerti dan dapat menangkap makna suatu kalimat. Dan belajar bertanggung jawab. Dan belajar berani. Dan belajar berkomunikasi. Dan banyak kelebihan lainnya yang membuat anak memang kudu belajar untuk dimintai tolong di rumah. Itupun bertahap. Kata guru TK nya, kudu diajarin mulai dari 1 perintah doank, sampai beberapa perintah yang digabung menjadi satu. For example lagi, kalo ke Mut, kita udah bisa bilang : minta tolong bilangin ke mbak, ntar jangan lupa matiin air. Trus sekalian ke dapur ambilin sendok sama piring ya... Getoo... Cuman... gimana caranya nerangin ke Mut yaks... Untungnya, sambil siap2 tidur beberapa saat sebelumnya, aku ngajarin Mut Al Kautsar. Dan sebelumnya lagi Al Ashr. Jadi kusampaikanlah ke Mut... Tahu nggak, kemaren pas umi ngajarin Mut Al Ashr 2 ayat, trus minta kak Mut diajarin sama mbak ayat ketiganya, mbak sukses gak bikin kak Mut apal Al Ashr ? Padahal itu kak Mut udah pake ngerasa terpaksa. Udah pake ngotot. Ternyata belum sukses khan. Nah, sama umi, kak Mut berasa kayak maen doank, sebentar doank, udah apal Al Ashr sama Al Kautsar. Apal Al Humazah juga sama umi, juga sambil maen2. Gitu dibilang Mut, umi gak kerja ? Sampai sini Mut udah nyengir.... Trus kita tambahin aja sekalian... Gitu bedanya Mut... kalo umi, keliatannya tidur terus, nyuruh terus, padahal sambil tidur umi mikir... kerja...Buktinya tadi, sambil umi tiduran, kak Mut udah apal surat At Takatsur khan... Ujungnya kita akhiri dengan pura2 marah ke kakak Mut... Mosok umi kayak gitu dibilang gak kerja... hayoo... umi kerja gak kalo kayak gitu... Pura2 marah, sambil nggelitikin Mut... Adegan diakhiri dengan cengiran lebaaarr-nya Mut... dan Alhamdulillah, dari sorot matanya, insya Allah gak ada lagi keraguan tentang uminya yang 'tidur terus'. Gambar diambil dari sini dan sini.

Wednesday, February 23, 2011

Supporting System

Suatu saat, pas ketemu seorang guru yang pas, aku nanya tentang beban. Sebenarnya saat itu aku lagi free sih, lagi gak terbebani (kecuali sedikit, hehehe). Cuman buat persiapan, dan mengingat beberapa waktu sebelumnya aku sempet ngalamin padetnya beban pikiran dan beban tenaga, fisik dan mental, jadi ya mumpung ketemu guru yang tepat aku nanya aja. Dan jawaban blio adalah : bangun supporting system. Supporting system not only khadimat -- para asisten di rumah. Tapi juga semua yang membuat kita terbantu sehingga bisa menjalankan tugas sebagai khalifah di muka bumi dengan benar. Kita bahas satu2 dengan kondisi subyektif di aku yaks. Asisten di rumah... uff... jelas, ini supporting system buat aku. Cause masak, udah didelegasikan ke mereka. Termasuk list menu, juga dikuasakan ke mereka. Belanja juga udah dipasrahin. Udah all in lah. Trus yang jagain anak2 juga udah di delegasikan ke mereka.Yang ngurus ojek buat pulang pergi les, juga mereka. Tugasku ngecek2 everything as our planning atau enggak. Trus karyawan toko... ini juga supporting systemku yang lumayan canggih. Semua urusan toko udah di handle semuanya. Paling aku tinggal beli barang. Itupun sering mereka yang ingetin barang apa aja yang udah habis. Walhasil, aku dapet tambahan income tanpa kudu full ngalokasikan waktu dan tenaga. Trus... keluarga besarku, jelaslah supporting system juga. Kalo asisten di rumahku ada yang aneh2, laporan pertama biasane muncul dari keluarga besarku. Juga gimana kondisi anak2 ku pas aku gak di rumah. Trus anak2. Pernah juga ngerasa anak2 jadi problem maker. Bikin emaknya pusing. Tapi itu jaraaaaaang banget. Bisa dihitung sebelah tangan lah. Itupun kejadian pas akunya juga lagi gak bener. Nah, yang lebih sering terjadi, mereka jadi supporting system yang hebat buat emaknya. Nurut. Pinter. Hafalan bagus. Nilai sekolah bagus. Sholat lancar. Tilawah lancar. Dan emaknya kebagian dapet pujian dech dari para guru... :-) Trus suami, (kalo suami ikutan baca, jangan overestimate yaks,kekekek... ). Ya jelaslah suami itu supporting system yang penting dan perlu. Kalo lagi pegel2 tepar, yg bisa nge-refleksi dan gak perlu pergi (baca : gak perlu bayar) itu suami. Kalo lagi males makan, yang jago ngoprek dapur trus muncul makanan aneh2, juga suami. Dan as soulmate, gak perlu diperjelas lah kalo untuk urusan curhat segala macam hal. Trus sekolahnya anak2. Yang aku gak pernah bisa rajin2 nongol pas diadain rapat atau acara2. Palingan nongol kalo anak2 pentas. Tapi dengan modal nomor HP mereka, pas aku ngehubungin mereka selalu sabar menanggapi, dan cepat merespon. Jadi kerjasama orang tua dan guru terbangun bagus. Aku tahu apa yang terjadi sama anakku di sekolah, dan guru tahu bagaimana kami menangani anak2 di rumah. Supporting system yang hebat buatku. Trus temen2 kantor... yach... kadang2 ada juga seh, biasalah, seperti kondisi kantor pada umumnya, ada saat2 yg nyebelin, ngeselin, bikin feel guilty, useless... and soon. But... Alhamdulillah, aku masih dikasih Allah SWT supporting system di kantor... yang siap jadi temen curhat, temen sharing, temen nasehatin, saling ngedukung, saling ngomporin, temen nggosiph 'inovasi2' baru, etc. Trus para tetangga... juga supporting system yang sangat baik buatku. Mereka pada maklum kalo kayak sekarang neh, aku weekend sibuk ngurus Al. Akibatnya segala jenis arisan lewat dech. Tapi pas sekalinya aku bisa ngumpul, mereka tetep welcome. Trus... owh... yang utama dan gak mungkin ditinggal, supporting system dari para sahabat di pertemuan pekanan. Tempat aku curhat. Tempat menumpahkan semua uneg2. Tempat berbagi. Tempat bisa menampilkan aku apa adanya, gak perlu jaim (psst... emang kalo di tempat lain jaim yaks ?) Tempat nge-charge semangat. Tempat ngerasa... uff... ternyata ada temen yg sama yaks... Bahkan kadang2... jadi ngerasa malu udah curhat, karena ternyata ada yang lebih parah problematikanya. Jadi bisa lebih pede buat nyelesain masalahku. So, dengan smua supporting system yang aku udah punya... kayaknya memang aku sangat layak bersyukur yaks... Dan sangat disadari karena supporting system yang banyak itulah makanya aku bisa lebih maju lagi... Tengkyu for all of you guys... But... gak dipungkiri lah... even ada sekian banyak supporting system, tapi ya namanya juga manusia, ada saatnya ngerasa gubrakkk. Ngerasa hadoooh... gak sanggup lageee... Ngerasa, ngapain seh aku sampai kayak gini... Buat aku, pas saat2 itu dateng... aku gak terlalu muluk dengan bilang kudu nambah tilawah, nambah sholat malem, dst nya. Karena pada kenyataannya, pas saat2 itu datang, uff... susah banget itu dilakukan. Yang ada tilawah berkurang, cause kesehatan ikut lebam. So, buat aku yang penuh keterbatasan as manusia normal, yang selama ini tak lakukan sih mengusahakan supaya tetap bersabar, dan tetap berdzikir mengingat Allah SWT. Lebih tepatnya lagi... kalo aku... cukup dengan melantunkan lafadz Allahu Akbar, Astaghfirullah, dan lafadz2 pendek lainnya. Yang dibaca terus menerus. Dan terus... dan terus.... Sambil berharap Allah SWT ridho dengan yang tak lakukan. Dan aku bisa lebih ridho dengan kehendak-Nya terhadapku. Note. : urutan supporting system tidak menunjukkan urutan prioritas lho ya... Gambar diambil dari sini dan sini dan sini.

Tuesday, February 8, 2011

World in your Hand

World in your Hand. Dunia di tangan Anda.

Ada beberapa makna. Yang pertama, raih dunia supaya ada di tangan kita. Ini sudah banyak yang ngebahas, jadi gak usahlah kita ikut2 an ngebahas makana yang ini. Makna lainnya : letakkan dunia di tangan kita, dan jangan di hati kita. Nah... yang ini yang mo kita bicarakan.

Selama ini, yang sering nyangkut di telingaku adalah kalimat dari Hasan Al Basri : letakkan harta di tangan kita, dan bukan di hati. Namun dengan beberapa peristiwa yang muncul di kehidupanku, terpikir... kayaknya aku lagi dikasih pelajaran sama Allah untuk juga menaruh dunia di tangan, dan gak hanya harta. Dan tidak memberi porsi hati untuk urusan dunia.
'Dunia' disini berarti semua hal yang terkait dengan duniawi, dan bukan akherat.

So, apa maksudnya naroh di tangan, dan bukan di hati ?

For example, kalo ada anak temen kita yang meninggal. Bisa jadi kita ikut sedih. Ikut mengurus jenazahnya. Ikut menyolati, dst nya. Tapi, level kesedihannya tentu berbeda dengan kalo yang meninggal anak kita sendiri. Cause anak kita sendiri itu udah lebih nempel di hati. Gak di tangan doank.

Itu sample-nya. Udah kebayang khan... Trus gimana penerapannya ?
Singkatnya, kita yang menguasai dunia, dan bukan dikuasai dunia. Kalo aku sih... ini juga lagi belajar... Ya berlatih aja untuk meletakkan segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia itu di tangan. Gak terlalu sedih kalo ilang. Gak terlalu sakit hati kalo gak dapat. Gak sampai pusing berhari hari kalo ada yang gak sesuai keinginan. Gak sampai gak bisa ngapa2 in berhari hari kalo belum dikasih sama Allah SWT.

Sedih sih tetep, manusiawi lah. Tapi... untuk gak sedih berkepanjangan, ini yang lagi berlatih.

Karena kalo sedih yang berkepanjangan itu berarti temanya sudah masuk ke hati, sudah porsinya akherat. Jadi... berharapnya... aku sedih kalo hari ini tilawahnya kurang. Kesel sama diri sendiri kalo gak sholat tahajud. Nyesek kalo gak sengaja ber-ghibah. Malu banget kalo gak sholat dhuha. And soon. Tapi, meski sedih banget, tetep aja kudu bangkit dan melakukan lho ya, supaya solve.

Emang ngefek yaks ? Hmm... insya Allah iya. Membuat kita tidak terkungkung sama urusan dunia. Cause there is another world in there... A Long life world... Dan gak hanya dunia yang seperti mampir minum kayak dunia kita sekarang. Coba deh...

Gambar diambil dari sini.

Monday, February 7, 2011

Dengan kelembutan...

Alkisah... suatu saat di beberapa waktu yang telah lewat, ada seorang bapak dari kampung yang selalu membimbing anak2 asuh yang kurang beruntung. Suatu saat bapak ini diberi kelebihan, sehingga berniat mengajak anak2 asuhnya untuk piknik ke dufan di kota metropolitan. Lalu berangkatlah berombongan bapak dan anak2 asuh dari kampung ke dufan.

Sampai di Dufan.. Gubrak !! Kaget bapak yang baek hati ini. Maklum, terbiasa di kampung dengan tarip 5 ribu rupiah per kepala bisa masuk ke tempat rekreasi. Sementara dufan... hampir 20 kali lipatnya. Kali sekian anak yang blio bawa. Uff... langsung keringat menetes.

Gimana neh. Mo gak masuk, kesian sama anak2 yang udah kadung semangat diajak ke dufan. Mo masuk... uang di kantong ternyata gak mencukupi. Lagi bingung... rupanya ada seorang bapak lain yang memperhatikannya. Bapak kedua ini, jalan langsung menuju bapak yang dari kampung, dan menumburnya. Jatuhlah amplop di antara mereka. Sambil nunjuk ke amplop dan melihat tepat ke bola mata bapak yang dari kampung, bapak kedua bilang : itu, amplop anda jatuh.

Bapak asuh binun. Diambilnya amplop itu, yang ternyata isinya segepok uang yang ternyata cukup untuk biaya tiket semua anak asuhnya. Dia tengok2... bapak kedua sudah tidak terlihat sama sekali.

Banyak cara bapak kedua untuk menolong sang bapak asuh. Namun, bapak kedua memilih untuk menolong dengan 'tetap bersembunyi'. Menolong dengan penuh kelembutan yang berasal dari hati. Dan bapak pertama selalu teringat dan berterima kasih dengan kejadian tsb, meskipun gak tahu dan gak kenal, dan sudah lama terlewat.

Di masa yang lebih lama lagi, kita kenal Rasululloh yang selalu membagikan kepada para sahabatnya makanan yang dihadiahkan kepada blio. Suatu saat, ada wanita yang memberinya buah2 an. Rasululloh memakan satu demi satu sambil tersenyum, sampai semua buah itu habis. Setelah wanita itu pulang, sahabat pun bertanya, mengapa tidak seperti kebiasaan blio. Dan Rasululloh SAW menjawab : ketahuilah, buah itu rasanya masam. Aku khawatir apabila kalian ikut memakannya, maka akan muncul kalimat yang dapat menyakiti hati wanita tsb. Karenanya aku memakannya sampai habis.

Ada banyak cara untuk berbuat. Ada banyak cara untuk beramal. Ada banyak jalan menuju kebaikan. Ada saatnya perlu berlatih untuk beramal dengan kelembutan, seperti yang Rasululloh contohkan...

Gambar diambil dari sini.