Monday, September 10, 2007

Modal dan Pertumbuhan Bisnis

Banyak orang yang menganggap bahwa besarnya modal sangat berhubungan dengan kecepatan pertumbuhan bisnis. Buat saya, ada benarnya, ada salahnya. Jadi belum tentu. Karena menurut saya, besarnya modal juga dapat mempengaruhi kecepatan penurunan bisnis, hehehe...

Ada yang bisnisnya jatuh, justru saat banyak permintaan. Pada saat permintaan meningkat tajam, modal langsung ditambah. Langsung dilakukan pembelian. Tentu saja dengan harapan segera terjual. Problem muncul -- mungkin -- salah satunya karena permintaan muncul dari 1 atau 2 customer, sementara untuk mengejar harga yang make sense, pembelian harus grosir. Bukan 1 atau 2 pieces, tapi 1 atau 2 lusin. Bahkan kodi. Nah, alhamdulillah kalau barang lebihnya bisa ikut segera terjual. Apesnya, kalau ternyata barang lebihnya itu 'nganggur' di toko. Ruginya jadi 2 : dana mandheg (brenti), dan toko jadi penuh.

Kalau hanya satu macam barang, masih OK. Tapi customer yang datang ke toko kita khan sangat variatif. Customer X pengen barang A, misalnya. Kita belikan 1 lusin. Customer Y nyari barang A dan B. Kita belikan barang B, 1 lusin juga. Kemudian barang C untuk customer berikutnya lagi, 1 lusin juga. Barang D, 1 lusin juga, dst dst. Kalo semua jalan, jelasss... keuntungan di depan mata. Tapi kalo enggak.... loss juga di depan mata.

Apalagi, kadang keinginan customer juga mengalami perubahan. Ada pernah customer saya, bilang pengennn... banget koko Sabila warna kuning biru. Waktu itu yang ada di toko ukurannya gak sesuai. Meskipun saat itu blio udah beli koko sabila tapi warna yang lain. Terus maksa minta dipesankan. Udah niggalin nomor telpon. Pas barangnya datang, kita call customer tsb, dengan polosnya bilang... gak jadi ya... Untung aja aku memang biasa order Sabila. Jadi nothing to loose.

Pernah juga kita cerita ke pebisnis lain, kalo modal untuk usaha (waktu itu) kita patok 2,5 juta (dikit ya...). Temen itu terheran heran. Kenapa modal musti dibatasi. Jadinya permintaan khan nggak bisa dipenuhi. Padahal kalo menurutku, khan gak bisa kalo bisnis butuh uang, terus langsung disupply sama dana pribadi (apalagi dana pinjaman). Gak bisa gitu. Karena kita musti ngitung juga. Musti membandingkan, minimal dengan return deposito di bank (kalo sekarang bank Syariah dech, tapi rada susah ngitungnya. Cuman buat ngebandingin, bank konvensional gak papa ya...). Dengan modal yang kita putar, berapa return yang kita dapat dari bisnis kita. Kalo memang lebih kecil dari bank... ya mendingan di taruh di bank aja khan... Ya gak. Kecuali kalo memang masih dalam tahap 'belajar'.

Nah, dengan matok modal tersebut, perhitungan jadi ketat. Kalo ada yang belum bayar, jadi ketat juga, hehehe. Milih barang yang mo dibeli, juga ketat. Jadinya cash flow juga dipelototin. Dari modal sekian menghasilkan sekian dalam janga waktu sekian keliatan jelas. Terus permintaan yang belum terpenuhi berapa. Barang yang slow moving, atau bahkan brenti di gudang berapa.

Nha, kalau untuk saya sendiri, dari situ baru memutuskan. Nambah modal, atau sebenarnya dana yang ada kurang berputar. Atau justru barang yang perputarannya belum optimal.

Kalau ternyata banyak barang yang belum berputar, ya jangan nambah modal dulu. Think think think... supaya barang brenti itu bisa jadi modal yang bisa diputar lagi. Bisa dibazaarkan seperi pak Yoyok. Bisa di-obral, dijual murah, atau bahkan dijual rugi. Yang penting ada uang masuk buat modal. Atau bisa juga disumbangkan (khan dapet 10x lipatnya ya, hehehe...).

Jadi, kalo bisnis lagi butuh uang, jangan langsung menganggap butuh tambahan modal. Kita amati dulu cash flow dan goods flow (eh, bener gak ? Maksudnya aliran barang gitu lho...). Jangan sampai karena modal disentor terus, bisnis jadi kebanjiran modal. Malah tenggelem...

PS. Alhamdulillah, Sabtu Ahad kemaren, Anugerah mencatat penjualan retail yang fantastic. Biasanya penjualan begini hanya sabtu ahad bulan Ramadhan. Mungkin karena akhir pekan terakhir sebelum Ramadhan ya. Khan banyak juga, yang Ramadhan nggak mau terganggu dengan perkara nyari baju.