Wednesday, July 11, 2007

Full TDA, mau ?

Akhir akhir ini di milis TDA beredar banyak sekali provokasi untuk menjadi TDA -- full wirausaha. Keluar dari kerjaan yang sekarang, dan langsung terjun ke bisnis. Atau dengan kalimat yang berbeda, pensiun dari TDB, dan wisuda menjadi TDA. Sampai muncul provokasi untuk menetapkan target kapan menjadi TDA. Bahkan ada juga usul untuk 'menendang' dari milis untuk anggota yang sudah setahun, tapi tetap saja TDB atau amphibi.

Tadinya untuk aku sendiri, aku masih cukup memegang ajaran guruku, untuk sebisa mungkin tidak membuat target duniawi. Jadinya walopun sempat kebat kebit juga, aku masih bisa cuek dengan provokasi target menjadi TDA. Aku masih teramat setia sama prinsip choose, do, and see. Nah, untuk kondisi sekarang, kayaknya belum ada kondisi yang mengharuskan aku untuk memilih kerja atau full wirausaha. Jadi ya proses choose untuk case ini nggak dilakukan sekarang. Terus kapan ? Ya nantilah, kalau Allah sudah memberikan kondisi yang entah bagaimana, sehingga aku harus memilih. Kalau aku jawab besok, akhir tahun, atau tahun depan... lalu apa bedanya dengan target ? Ya gak...

Terus... provokasi di milis berjalan makin kencang....

Dan nggak tahu gimana, aku jadi khawatir. Aku bukannya nggak setuju, bahwa 9 dari 10 pintu rizqi ada di perdagangan. Dan aku juga sangat setuju, bahwa dengan bisnis, atau usaha, maka materi yang diperoleh sangat mungkin lebih banyak daripada saat bekerja dengan orang lain. Dan aku juga percaya penuh, bahwa rizqi itu Allah yang mengatur. Kalau memang rizqi kita, nggak akan kemana mana.

Tapi tetap saja aku khawatir. Mungkin karena aku sudah mencoba, dan sedikit banyak mengalami, perjalanan di dunia bisnis. Lebih khusus lagi, perjalanan di awal memulai bisnis. Meskipun kalau menurutku, bisnisku alhamdulillah, tidak menemukan masalah yang significant. Alhamdulillah aku beli kios di mall yang tepat, dengan lokasi kios yang tadinya nggak bagus (soalnya kepepet, saat aku beli, tinggal 2 kios yang belum terjual) namun sekarang lokasi tersebut sudah cukup ramai. Penjualan juga menunjukkan grafik yang meningkat dari bulan ke bulan. Dan 4 bulan lagi kios ini insya Allah sudah menjadi asset, bukan liabilities lagi.

Namun, dengan begitu banyak kemudahan yang diberikan Allah pada kami di awal menjalankan bisnis, tetap saja yang namanya bisnis butuh perhatian extra. Perhatian ini baik pikiran, waktu, tenaga, emosi... all out lah

Nah, aku sangat sangat bersyukur memulai bisnis dengan kondisi masih kerja juga di kantor. Kenapa ? Dengan begitu, aku tidak terlalu menuntut dengan kondisi bisnisku. Sebagai rentetannya, aku bisa menjalankan bisnisku dengan lebih santai, lebih open mind, gak ada keterpaksaan. Yang ada keinginan untuk membesarkan, dan bukan keharusan membesarkan. Beda lho ya...

Di awal bisnis, aku udah set, pokoknya yang sunnah gak boleh ngalahin yang wajib, hehehe. Maksudnya, kayak ngurusin anak, suami, rumah, itulah yang wajib. Kantor, menjadi wajib karena terikat perjanjian dan gaji yang diterima. Nha, bisnis itu sunnah. Jadi jangan sampai karena mbangun bisnis, terus anak anak jadi kurang diperhatikan, misalnya. Atau lebih parah, karena ada tekanan untuk nggedein bisnis, justru yang nerima efek pertamanya anak anak sama suami. Di rumah jadi uring uringan. Wah, jangan sampai lah ya... Naudzubillahi min dzalik. Kalau udah gitu, harus dibalikin tuch, sebenarnya mbangun bisnis untuk apa. Supaya punya banyak waktu buat anak anak, supaya bisa banyak infaq, untuk mengentaskan pengangguran, mengentaskan kemiskinan, supaya jadi miliarder, supaya bisa ikut club 11 digit, atau apa ? Kata hadist, semua amal dilihat dari niatnya. Niatnya apa, ya itu yang didapat.

Tapi juga bukan berarti aku jadi santai santai aja. Santai dalan artian nggak tertekan sich iya. Tapi kalo santai dalam arti malas malasan jelas enggak. Aku ngurusin bisnis tetap berusaha profesional, dengan ngambil jam istirahat. Jam tidur tepatnya. Jadi malem, pas anak anak sama suami udah tidur, aku bangun ngurusin ini dan itu. Begitu juga kalo sabtu minggu. Aku baru bisa hunting ke produsen -- yang kebetulan waktu itu tetangga -- kalo anak anak sama suami tidur siang. Biasanya kalo mereka udah ada yang bangun, langsung dech nelpon, nyuruh aku pulang. Emang sih, bisnis jadi lebih lambat jalannya, daripada yang bisa tiap hari hunting dan bisa yang jauh jauh. Tapi itulah pilihan yang tak ambil. Aku lebih memilih anak anak dan suami didahulukan, baru membangun bisnis. Nha, kalo pilihannya tidur atau mbangun bisnis, baru mendahulukan bisnis, hehehe. Nah, kalo saat itu aku sudah keluar dari TDB dan menjadi TDA, belum tentu bisa sesantai itu dalam mbangun bisnis. Ya khan...

Sampai sekarang, karena kedekatan yang sudah dibangun dengan produsen, jadinya aku boleh pinjem sehari. Jadi pulang dari toko teamku ngambil barang yang baru. Terus malem itu aku milih. Paginya teamku bikin nota, mbayar, plus mulangin yang gak jadi tak ambil. Jadi tetep gak ngurangin waktu buat anak anak, walopun toko sudah relatif lebih rame. Urusan ngecek pembukuan, ngecek pencatatan laba, ngecek kas, nota penjualan, dll semua juga dilakukan malem, kalo anak anak sudah tidur.

Sebenarnya banyak juga kesempatan untuk ngembangin bisnis yang terpaksa ditolak dan dicoret dari daftar. Hanya dengan satu alasan : kalo dilakukan, akan mengurangi waktuku dengan anak anak. Soalnya prioritas pertama tetap suami dan anak anak. Lha gimana, ntar kalo di akherat khan bakalan ditanya gimana ndidik anak anak. Kalo harta, paling pertanyaannya dari mana dan untuk apa. Tapi berapa banyak gak ditanya. Kalo ndidik anak, ditanya tuch, kuantiti dan kualiti nya.... Ntar kalo sampe pahalaku yang seumit ini dituntut sama anak anak karena aku gak didik mereka, wah... bisa tekor pahala...gak sanggup dech, dicuci dulu di pembakaran abadi.........

Alhamdulillah, sekarang keterlibatanku yang mengurangi jam tidur itu sudah sangat jauh berkurang. Toko sudah berjalan, pembukuan juga berjalan, stock juga lancar. Aku tinggal lihat lihat dan ngecek kalo pas sempet. Terus... kalo tokoku sudah nggak butuh banyak waktuku lagi, jadi buat apa aku maksa jadi TDA khan...

Cuman balik lagi, tetap aja aku gak nutup kemungkinan untuk jadi TDA. Ya itu tadi, sekarang belum disuruh milih aja sama Allah. Jadi ya pilihan belum dilakukan. Masih bisa jalan bareng kok. Hehehe....