Wednesday, April 30, 2008

Cegah banjir dengan Biopori

Baca pertama kali di majalah Ummi, edisi beberapa bulan yang lalu. Dibahas salah satu kegunaan biopori untuk nanggulangin banjir. Padahal bentuknya 'cuman' lubang dengan diameter 10 cm, kedalaman 1 m. Beberapa kali ngebujuk suami buat bikin, ternyata belum sukses juga. Jadinya terkubur dech.

Trus dari shoutbox blognya mbak Yulia, iseng-iseng nyambung ke Mbak Lita. Dan ternyata disana ada postingan tentang biopori. Dan lebih lengkap. Malah nyantumin sumbernya juga. Cuman sayangnya, di http://www.biopori.com/ itu, gak boleh ngopy tanpa ijin tertulis dari IPB. Walah...

Tapi asyiknya, postingannya mbak Lita malah berasa lebih lengkap :-). Sampai ada cara make alatnya segala. Padahal di sumbernya gak ada lho. Nah, supaya gak tambah penasaran, ini cuplikan dari postingan mbak Lita......

* * * * *
Bentuknya cuma lubang berdiameter 10 cm dengan kedalaman 1 m ? Bisa mengurangi masalah banjir ? Bisa mengolah segala macam jenis sampah organik menjadi kompos ? Bisa mengurangi emisi gas rumah kaca ? Tapi bagaimana caranya ? Seperti apa bor tanah yang digunakan ? Bau ngga ? Ada tikus atau ular kah ? Dikerubuti lalat tidak ?

Lubang biopori ini berfungsi sebagai lubang resapan air, yang pori2 resapannya dibuat oleh ‘teman-teman’ bawah tanah kita, yang harus kita beri makan sampah organik.

“Sedikitnya ada 15 manfaat dari pembuatan lubang resapan biopori. Sebagai penampungan sampah organik, menjaga keanekaragaman hayati dalam tanah, menyuburkan tanah, mendukung penghijauan, serta mengurangi emisi gas rumah kaca akibat pelapukan bahan organik.

Kemudian dari aspek sanitasi, untuk menjaga kebersihan akibat daun yang dipangkas atau berguguran, mencegah polusi udara, berfungsi meresapkan air lebih optimal.
Jika biopori tersebut dilakukan secara masif oleh masyarakat, lubang resapan biopori juga akan mampu mencegah banjir dan genangan.

Manfaat lain biopori adalah meningkatkan cadangan air dalam tanah, mencegah keamblasan tanah, menghambat intrusi air laut, dan mengurangi pencemaran air.”
( Kompas, 31 Januari 2008 )

Teknis pembuatan
Sesudah cukup mendapat penjelasan ( untuk lebih jelasnya silakan mampir ke : http://www.biopori.com/ ), pak Kamir mengambil alat pengebor bioporinya dan mengajak kami membuat lubang dengan alat ‘pengebor’ yang beliau ciptakan itu. Beberapa hal yang saya catat dari penjelasan beliau :

* Tanah yang tertutup semen dan beton - termasuk yang tertutup lumut - tidak bisa meresapkan air, maka dibuat ‘saluran’ di sekeliling nya dan buat lubang2 biopori di sana berjarak sekitar 30 cm.

* Kalau ingin membuat lubang resapan di dalam selokan yang sudah terlanjur disemen, bisa dipecah dulu sedikit semennya.

* Kedalamannya paling dalam 1 m saja, tapi kalau ‘mentok’ sebelum 1 m krn ada batu/puing ya sudah, tidak perlu dipaksakan.

* Tinggal masukkan bornya, putar searah jarum jam, dan tarik tanahnya keluar. Saya sempat mencobanya dan ternyata mudah saja.

* Untuk ‘mulut’ lubangnya bisa diperindah dengan diberi semen atau pralon ukuran 4 inchi ( jangan lebih kecil ) selebar 2 cm.

* Kemudian masukkan sampah organik ( sampah kebun atau sampah dapur ) ke dalam lubang.

Menurut beliau, sampah organik apa saja bisa dimasukkan ke lubang biopori itu…termasuk bangkai tikus ! tapi sebelum dimasukkan keluarkan dulu sebagian isinya, baru masukkan bangkai tikusnya, dan sesudahnya tutup lagi dengan isi yang tadi dikeluarkan.

* Jangan terlalu sering dipanen komposnya krn akan mengganggu keseimbangan di dalamnya -"kalau mau diambil ya setahun sekali saja", kata Pak Kamir. Dan ternyata alat pembuat lubangnya itu juga berfungsi sebagai pemanen kompos.

* Kalau ingin pohon dan tanaman yang kita pelihara subur, buat saja lubang biopori di dekatnya.

* Tikus tidak akan masuk ke sana, karena lubangnya kecil dan berisi sampah, dia tidak bisa keluar mundur. Lalat juga tidak masuk karena tidak terbang vertical. Jadi usahakan sampah yang paling atas adalah sampah yang tidak mengundang lalat.

Bayangkan bumi kita ini yang sudah tertutup semen dan beton, bagaimana keadaan tanah di bawahnya ? Bagaimana tanaman dan pohon bisa tumbuh dengan baik di tanah yang gersang ? Bagaimana kalau tanah di bawah rumah kita begitu keringnya ? Dan air hujan yang seharusnya jadi berkah malah terbuang dan menjadi bencana.

* * * * *

Gitu. Buat yang ingin lebih lengkap dan lebih jelas, monggo diklik disni dan disini. Tambahan info, alat yang diceritakan mbak Lita itu harganya 175 ribu 'doank'...

Nah... sekarang tinggal bikin proposal lagi ke suami nih... Semoga disetujui... Amien...

Gambar diambil dari sini