Thursday, August 7, 2008

How Empati Am I


Hiks... syedich.. hari ini aku belajar satu hal lagi... Dan cukup mengagetkan aku. Dan menyedihkan. Nyesek di hati. Hiks.... Hiks....

Ada yang bilang aku gak empati. Dan itu berhubungan dengan materi. Dalam versiku, itu sama dengan bilang kalo aku menimbun materi. Menimbun uang. Mengumpul ngumpulin harta tanpa menimbang sikon orang lain. Hiks... hiks...

Padahal, apa sich hartaku... Bukannya gak bersyukur. Aku bersyukur. Dan sangat bersyukur dengan apa yang aku dapat. Tapi ngumpulin harta tanpa lihat lihat sikon orang lain ?? Hiks... kayaknya nggak dech.... Sepertinya selama ini aku selalu mengusahakan tuntunan iman nomor satu. Dan selalu megang kalo apa yang diajarkan agama gak bisa diganggu gugat. Itu yang tak yakini selama ini. Itu pedomanku. Minimal menurutku. Tapi kok...

Awal mulanya cause aku bilang pengen beli kios lagi. Padahal itu juga baru pengen. Dan itu juga karena aku pengen bisa beramal lebih. Bisa beramal lebih banyak. Baik berupa uang, ataupun kemampuan. Cause kemampuanku untuk ceramah tentang agama sangat jauh dari standard. Dan inilah yang aku mampu lakukan. Minimal ada orang yang jadi punya penghasilan tetap bulanan, meskipun belum sesuai UMR. Minimal jadi ada beberapa orang yang tidak jauh jauh banget dari garis batas kemiskinan. Minimal ada orang yang aku ajari sehingga kemampuan dan kepandaiannya bisa meningkat. Minimal bila ada orang yang akan buka toko, aku bisa kasih masukan... Minimal...

Yach... itu doank yang bisa aku lakukan. Dan karena aku dikasih kemampuan disitu, dan bukan kemampuan jadi ustadzah, jadinya aku mencoba untuk memaksimalkan amalku disitu.

Selain juga larena keinginan untuk amal materi yang berharap jadi agak naik sedikit. Yach, kalo toko bertambah, insya Allah pendapatan bertambah. Kalo pendapatan bertambah, berharapnya amal ikut bertambah khan. Minimal zakat bertambah lah...

Hiks...

Insya Allah semua usaha untuk peningkatan usahaku bukan untuk menumpuk harta. Karena toch, dengan usaha yang makin meningkat, dan gaji dari kantor yang juga alhamdulillah makin naik, kami mempertahankan gaya hidup yang tetap seperti sebelumnya. Insya Allah semua bukan untuk bermewah mewah.

Apalagi... aku juga sangat ingin untuk ambil pendi. Kalau bisa suatu saat nanti, pendi bareng suami. So... musti disiapkan khan. Supaya pas saatnya ngambil pendi, kita sudah saatnya bersantai. Benar benar free. Bukan malah tertekan dengan target meningkatkan usaha supaya dapat menutup biaya hidup dan biaya yang akan muncul di masa depan.

Pertanyaan yang masih muter di kepalaku... kalo persiapan kayak gitu... apakah berarti aku ngumpulin materi tanpa peduli sama yang lain ?? Hiks... hiks....