Friday, August 21, 2009

Rizqi memang sudah diatur

Pernah denger kalau Rizqi kita sudah diatur ? Sempat beberapa kali, dari orang yang berbeda, aku mendengar tentang hal ini.
Jadi misalnya gini. A kerja dengan gaji 3 juta rupiah. Trus blio usaha, sehingga dapat tambahan income 2 juta rupiah. Trus usaha lain lagi, sehingga dapat tambahan income 1 juta rupiah. Total pendapatan pada saat itu 6 juta rupiah. Trus nyoba usaha lain lagi, yang menghasilkan 500 ribu rupiah. Namun pada saat yang sama, ternyata usaha sebelumnya turun 500 ribu, sehingga total income-nya tetep 6 juta rupiah. Trus usaha lain lagi, menghasilkan 2 juta rupiah. Namun pada saat yang sama usaha sebelumnya yang menghasilkan 2 juta rupiah juga mati. Sehingga total pendapatan tetap 6 juta rupiah. Begitu terus…
Kisah itu, dengan garis besar yang sama, muncul dengan versi yang berbeda tergantung orang yang bercerita. Pada akhirnya rata2 menghasilkan kesimpulan yang sama, bahwa rizqi tiap orang itu udah diatur, sehingga kalau memang rizqi kita udah di-set x rupiah, maka ya segitulah yang kita dapat. Sehingga ‘sepertinya’ kalau dapat tambahan, maka akan ada kehilangan yang setara.
Benarkah ? Hmm… aku cukup mempercayai hal ini. Tapi eits.. nanti dulu… tidak stop sampai situ saja, aku percaya tetapi dengan beberapa catatan.
Dalam benakku yang tataran hikmahnya masih standard, rizqi untuk kita itu memang sudah diatur. Rizqi ini, berarti ‘harta’ yang kita gunakan untuk keperluan pribadi. Harta yang kita belanjakan untuk kebutuhan sendiri dan keluarga. Harta yang memang berguna saat kita pegang dan miliki. Itu sudah diatur. Limited.
Tapi… pipa yang mengalirkan rizqi untuk orang lain, tidak terbatas. Tergantung seberapa kita mau menjadi pipa untuk aliran rizqi orang lain. Inget kisah di hadist ini :

Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., bersabda : "Pada suatu ketika ada seorang lelaki berjalan di tanah lapang yang tidak berair, lalu ia mendengar suara dari awan : "Siramlah kebun si Fulan !" Bergeraklah awan menuju tempat yang ditunjukkan, lalu menumpahkan airnya di atas tanah lapang berbatu hitam.

Air hujan itu mengalir ke salah satu saluran dari sekian banyak saluran air yang ada. kemudian orang tadi mengikuti saluran air tersebut. Tampaklah seorang lelaki yang sedang mengalirkan air di kebunnya.

Lelaki tersebut bertanya kepada pemilik kebun : "Hai hamba Allah, siapakah nama anda?" Ia menjawab : "Namaku Fulan," dan nama ini cocok dengan nama yang didengar olehnya di awan tadi. Pemilik kebun bertanya: "Mengapa anda tanya nama saya ?" Lelaki itu menjawab : "Sesungguhnya saya tadi mendengar suara di awan yang mengalirkan airnya ke kebun ini. Suara itu berkata : "Siramlah kebun si Fulan ! Nama itu sesuai benar dengan nama anda. Sebenarnya apakah yang anda lakukan ?"

Pemilik kebun menjawab : "Saya selalu melihat dan memperhatikan benar-benar hasil kebun ini. Saya bersedekah dengan sepertiga hasilnya, saya makan bersama keluarga sepertiganya, dan saya belikan pupuk dan bibit yang sepertiganya lagi." (Riwayat Muslim)

Sudah terlihat benang merahnya kah ? Dengan mengeluarkan zakat dan infaq hingga sepertiga dari yang didapat, pemilik kebun dirahmati dan diberkahi Allah SWT, sehingga awan (dan air yang keluar darinya) pun sampai disuruh untuk mengairi kebun tsb. Dan hanya kebun tersebut. Itu baru air yang mengaliri. Bisa jadi Allah juga menyuruh bumi untuk lebih subur di kebun tersebut, hama disuruh tidak mendatangi, tanaman lebih cepat berbuah dan lebih berkualitas, dll. Bukankah Allah Maha berkuasa dan Maha berkehendak ? Dan apabila Allah yang berkehendak untuk membantu hasil kebun kita, hasilnya sudah jelas unlimited. Ya gak ?

Anggaplah gini. Misalnya kita udah berkeluarga dan berpenghasilan. Maka anggap bahwa rizqi yang kita dapat untuk kebutuhan kita dan keluarga adalah air yang dialirkan Allah untuk kita. Sedangkan pekerjaan, usaha, dan apapun yang membuat rizqi air itu datang ke kita, anggap sebagai pipa yang mengalirkan rizqi dari Allah sehingga bisa sampai ke kita.

Trus ada anak yatim di sekitar kita yang butuh bantuan. Dan (Alhamdulillah) kita tergerak untuk menyantuni. As result, dibutuhkan air yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan kita, keluarga, dan anak yatim tsb. Satu dua anak yatim mungkin masih terpenuhi dengan pekerjaan yang sudah ada. Namun begitu jumlah anak yatim bertambah, pekerjaan dan apapun yang menghasilkan air pun harus ikut bertambah. Ada dua kemungkinan solusi : pipa pendapatan yang ada diperbesar diameternya, atau kemungkinan kedua : ditambah jalurnya.

Begitulah pipa pendapatan dititipkan Allah ke kita, untuk mengalirkan rizqi kepada yang membutuhkan. Rizqi yang dititipkan ke kita itu, bentuknya gak harus zakat. Sangat mungkin bentuknya infaq, sehingga nominalnya unlimited -- tidak terbatas dengan besaran 2,5%. Sedangkan pipa, adalah aset yang dititipkan Allah ke kita. Semua sarana yang diberikan Allah sehingga menghasilkan pendapatan untuk kita, yang termasuk di dalamnya rizqi orang lain yang dititipkan ke kita.

Apabila aliran air kita lancar, apalagi kalau semua air yang didapat dari pipa itu kita alirkan ke yang membutuhkan (hmm… kapan ya, bisa kayak gini…), maka kucuran air yang keluar dari pipa kita akan besar. Jumlah air yang melewati pipa kita juga bertambah besar. Tolong digaris bawahi : air yang ‘melewati’ kita. Jadi airnya memang ‘cuman’ numpang lewat doank di pipa kita.
Dan karena debitnya besar, maka suatu saat pipa yang ada tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan. Pada saat itulah (semoga) Allah menambahkan pipa, sehingga debit yang bisa kita alirkan bisa bertambah lagi. Dan apabila kita tidak silau dengan jumlah air yang begitu besar yang telah melewati pipa kita, dan tetap mengalirkannya ke mereka yang membutuhkan, dan hanya membuka sedikit kran sesuai dengan kebutuhan kita, maka insya Allah, Dia yang akan menambah pipa pipa kita.
Namun apabila aliran air kita seret, maka Allah yang akan ‘menyumbat’ pipa kita. Dan tidak menambahnya. Karena toch pipa yang sudah ada kemampuannya melebihi debit air yang dikucurkan. Bahkan kalau debitnya terlalu kecil, bisa jadi Allah yang akan mengurangi jumlah pipa itu, sehingga jumlah pipa jadi sesuai dengan debit airnya. Bukankah pemborosan, apabila pipanya banyak dan besar, sedangkan debit air kecil ?
Pipa, bisa dalam bentuk bisnis, properti, franchise, ssytem, dll. Sedangkan debit air yang dikeluarkan, adalah aliran dana yang kita keluarkan untuk orang lain, yang tidak dibatasi dengan zakat yang 2,5%. Sedangkan rizqi kita, adalah salah satu kran yang terbuka dari pipa kita, dengan besarnya kran yang dibuka sesuai kebutuhan. Namun jelas, tidak semua air yang mengalir di pipa, keluar melalui kran yang untuk kebutuhan kita. Karena apabila itu yang dilakukan, maka jumlah dan besarnya pipa akan limited sesuai rizqi dan kebutuhan.
Wallohu Alam bishowab
NB. Ditulis bukan untuk mematikan semangat berusaha, namun justru untuk meningkatkan motivasi dengan adanya support dari Sang Pencipta.

No comments: