Monday, August 20, 2007

Standarisasi

Tadinya kukira standarisasi hanya urusan perusahaan besar. Ternyata dalam usaha retail busana, standarisasi ini juga penting banget. Pegang peranan kunci.

Ada satu vendor saya, yang memang penjahit amatiran. Saya sering mengambil rok dewasa dari penjahit ini.

Pada awal pengambilan, saya suka heran. Kenapa sich, ukurannya sering aneh aneh. Kayak anak tangga. Misalnya saja, panjang rok itu bisa saja 70, 71, 72, 73, dst. Selisih nya bisa cuman 1 cm. Terus kadang muncuk rok yang super panjang. Atau malah super pendek.

Pas kita tanyain ke produsennya, jawaban yang kudapat, "karena menyesuaikan bahan yang ada. Kalo bahannya masih panjang, sayang khan kalo dipotong. Sebaliknya kalau bahan tinggal dikit, ya jadinya dikecilin." Gubrak !!

Katanya juga, gak papa. Khan tinggi orang juga beda beda. Hehehe. Alasannya ok sich. Cuman... kebayang gak. Kalo misalnya di toko lagi ada yang minat rok tsb. Terus ukurannya terlalu besar. Nah, gimana caranya Iis nyariin satu rok yang lebih kecil, dan ukurannya pas dengan yang dateng. Kebayang gak ? Iis musti mbukain rok itu satu persatu, dan membandingkan panjangnya dengan yang lama. Teruuus aja sampai ketemu dengan rok yang panjangnya sesuai dengan yang beli. Ya kalau roknya cuman 5. Kalau roknya ada 30, terus musti bukain satu satu dan ngebandingin, kebayang gak ? Wah, bisa bisa pembeli berikutnya gak sempet dilayani dech... :-)

Jadinya kusarankan ke penjahit tsb, untuk standarisasi ukuran. Jadi bikin aja standard. Kalo S, berarti panjangnya sekian. Kalo M sekian. L sekian. Nha, kalo ada yang lebih kecil, kasih SS. Kalo lebih besar, pasang LL atau XL.

Jadi kalo di toko ada yang minat, Iis tinggal lihat ukurannya. Kalo SS masih terlalu besar, ya udah, tinggal bilang ke calon pembeli : maap, ini yang paling kecil. Jadinya dia gak perlu mbukain semua rok untuk nyari panjang yang sesuai. Irit tenaga dan waktu. Dan toko juga jadi gak berantakan, penuh dengan tumpukan baju yang belum dilipet gara gara nyari ukuran rok, hehehe. Alhamdulillah, sekarang hal ini sudah diterapkan.

Ada lagi yang kayaknya sering gak standard juga di produsen, terutama produsen yang masih home industri. Yaitu harga. Dari sisi penjualan retail (tepatnya dari sisi saya, hehehe) , pinginnya standard harga jelas. Misalnya rok ukuran s harga sekian. M harga sekian, dst. Atau ukuran s bahan jeans harga sekian. Bahan katun harga sekian, dst. Atau bordir harga x, sablon harga sekian. Jadinya enak yang ngejual. Gak khawatir salah harga, karena human error udah diminimalisasi.

Saya sempat menemui beberapa yang menentukan harga berdasarkan harga bahan yang diperoleh. Gak salah sich. Cuman jadinya kita yang ngejual susah. Kemarennya rok harga belinya 40.000. Sekarang 45.000 karena gak ada lagi kain kiloan, adanya yang meteran. Besoknya lagi jadi 35.000, karena belinya gulungan. Dst. Wah, blaik kalo kayak gini. Pengennya sich berapa harga bahan tuch kita merem aja. Yang dipake sistem subsidi silang. Pas yang dapet murah, mensubsidi yang dapet bagus. Jadi harganya yang muncul untuk kita beli tetep gitu lho...

Nha, sample untuk case kedua ini adalah sik clothing. Sungguh, SIK Clothing produk yang bagus. Bahan bagus. Model bagus. Warna bagus. Range harga juga bagus. Cuman pas aku lihat harganya, aduh... gimana caranya mengingat ingat yang mana yang 45.000 nih ? Betul betul gak ada key yang merelasikan satu satu antara harga dengan produk. Solusi sementara ini sich kita tempelin label harga. Tapi ini berarti struk pembelian kita ke SIK Clothing dan katalognya gak boleh ilang. Karena kalo ilang, tamat dech. Kita gak tahu lagi mana yang harganya sekian. Atau aku aja yang gak nemu relasi uniknya ya ?

Kalo ada yang tahu sebenarnya penentuan harga di SIK CLothing berdasarkan apa, please kasih tahu kita ya. Atau kalau ternyata harga itu memang gak standard -- harga ditentukan per produk yang muncul, please, kalo ada yang deket sama SIK Clothing, tolong disampaikan masukan ini ya. Supaya ada range harga yang jelas gitu lho...

-- yang lagi pusing karena nemu produk yang gak standard lagi...